Pada awal pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) April lalu, terdapat fenomena dimana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melarang penggunaan ojek daring sebagai sarana transportasi manusia didasarkan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar yang kemudian diaplikasikan secara lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar.
Secara mengejutkan, dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2020 membolehkan ojek daring untuk mengangkut manusia. Terlihat bahwa regulasi yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perhubungan memiliki hal yang sangat bertolak belakang.
Dari perseteruan tersebut terdapat pertanyaan apa itu Peraturan Menteri (Permen) dan bagaimana posisinya dibanding dengan Peraturan Daerah (Perda). Hal ini mengingat aturan yang ada hanya menuliskan posisi Perda dalam hirarki hukum nasional tanpa menyebutkan keberadaan Permen. Lalu, bagaimana ketika Perda (yang notabennya tertulis sebagai bagian dari hirarki hukum nasional) tidak berkesesuaian dengan Permen? Apakah Permen tidak mengikat secara hukum karena tidak disebutkan dalam aturan perundang-undangan?
Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Dasar pemberlakuan peraturan mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan Indonesia ialah UU Nomor 12 Tahun 2011 PPP. Pada Pasal 7 ayat (1) disebutkan sebagai berikut:
(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
- Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
- Peraturan Pemerintah;
- Peraturan Presiden;
- Peraturan Daerah Provinsi; dan
- Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
-
-
[rml_read_more]
Pasal tersebut tidak menyebutkan Permen sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan. Namun, suatu peraturan perundang-undangan dari awal hingga akhir merupakan sebuah kesatuan sehingga kita tidak hanya membaca pasal tersebut, melainkan harus membaca pasal berikutnya: