Dalam beberapa pekan terakhir, banyak dijumpai berita kekerasan terhadap Muslim di India. Kekerasan tersebut dipicu oleh pengesahan amandemen UU Kewarganegaraan 1955 pada 11 Desember 2019. UU ini memungkinkan diberikannya status kewarganegaraan India kepada migran ilegal yang beragama Hindu, Sikh, Buddha, Jain, Parsi, dan minoritas agama Kristen, yang telah melarikan diri dari penganiayaan dari Pakistan, Bangladesh dan Afghanistan sebelum Desember 2014. UU ini memberikan pengecualian terhadap Muslim. Pembedaan perlakuan ini yang selanjutnya melahirkan protes tak berkesudahan. Selanjutnya, keadaan ini melahirkan konflik sosial antarumat beragama, khususnya antara warga beragama Hindu dan Muslim.
India adalah negara yang kompleks
Satu hal yang harus dipahami bersama, India adalah negara yang kompleks. Keberagaman India seringkali memicu banyak konflik sosial. Sebenarnya, India tidak hanya menghadapi tantangan mewujudkan kehidupan harmonis antarumat beragama. Negara ini juga memiliki permasalahan kesenjangan ekonomi, kemiskinan, kesehatan, lingkungan, hingga tingginya tingkat kelahiran maupun kematian. Namun demikian, agama menjadi topik yang cukup sensitif dan dapat melahirkan konflik sosial yang tidak berkesudahan.
Dari sisi kerangka regulasi nasional, India tampak lebih baik daripada Indonesia dalam hal pemberian jaminan dan kebebasan beragama. Konstitusi India menegaskan diri India sebagai negara sekuler. Sekularisme India didefinisikan bahwa negara berada pada posisi netral, dengan adanya kebabasan warga negara untuk meyakini, beribadah maupun menyebarkan agamanya masing-masing. Tercatat, terdapat banyak sekali agama di India, termasuk Ahmadiyah dan Baha’i, yang dianggap sesat di Indonesia, tumbuh dan berkembang di India. Agama Jainisme dan Parsi juga hidup di India.
India juga bisa dibilang cukup netral dalam urusan ideologi. India di dalam konstitusi menegaskan diri sebagai negara sosialis. Prinsip-prinsip sosialisme terasa kuat tercantum baik di dalam pembukaan maupun isi pasal Konstitusi India. Seiring dengan berjalannya waktu, India tidak anti kapitalisme. India melakukan reinterpretasi konstitusi dengan terbuka menerima kapitalisme dalam kehidupan bernegara. India juga tidak melakukan pelarangan terhadap partai komunis. Ada dua partai komunisme, yaitu Communist Party of India (CPI) dan Communist Party of India Marxist (CPIM). Keduanya ikut serta dalam pemilihan umum, meskipun kurang diminati oleh warga India dan terkesan mandul.
India punya masa lalu
Tidak hanya manusia yang punya masa lalu. India juga punya masa lalu tentang usaha dan tantangan membina kerukunan dan keharmonisan umat beragama. Sudah banyak terjadi ketegangan antara umat Hindu vs umat Islam di India. Islam India seringkali dicurigai oleh Hindu karena dianggap memiliki hidden agenda dengan motif fanatisme agama. Umat Hindu juga tak jarang melawananya dengan atas dasar fanatisme agama pula.
Banyak sekali insiden teror yang melibatkan Muslim India. Selama saya tinggal di Hyderabad, banyak mendapatkan cerita tentang aksi teror yang melibatkan Muslim India. Pada 2007 misalnya, terjadi ledakan bom di Hyderabad, tepatnya di area Lumbini Park. Aksi ini diikuti dengan leadakan bom susulan di Gokul Chat Bhandar, salah satu restoran ternama di Hyderabad yang letaknya sekitar lima meter dari Lumbini Park. Kedua insiden ini telah menewaskan 42 jiwa. Pada 2013, ledakan bom terjadi kembali. Dua ledakan bom secara beruntun berlokasi di Dilsukhnagar, salah satu pusat perbelanjaan di Hyderabad. Keadaan seperti kemudian seringkali ditautkan dengan ancaman kehidupan beragama.
Kejadian serupa juga terjadi di banyak daerah. Kemampuan untuk menahan diri terhadap anarkisme dan pertikaian sosial seringkali menjadi tantangan bagi masyarakat India yang secara sosial, budaya dan agama cukup beragam.
Kelahiran India-Pakistan
Hingga saat ini, hubungan diplomasi India-Pakistan tidak berjalan dengan baik. Tentu, ada alasan-alasan di balik buruknya hubungan bilateral kedua negara yang bertetanggaan itu.
India dan Pakistan memiliki masalah yang hingga kini belum tuntas. Masalah tersebut lahir bersamaan dengan lahirnya kedua negara itu. Lahirnya Pakistan dilatarbelakangi keinginan terpisahnya masyarakat British India atas dasar agama. Permasalahan ini semakin mengemuka secara tajam sejak Inggris berencana akan memberikan kemerdekaan bagi British India.
Pakistan yang diwakili oleh Muhammad Ali Jinnah menginginkan adanya sebuah negara dengan penduduk Islam mayoritas. India yang diwakili oleh Jawaharlal Nehru menginginkan India bersifat inklusif dan berharap Jinnah mengurungkan ide atas lahirnya Pakistan sebagai negara tersendiri. Nehru bercita-cita India akan berdiri sebagai sebuah negara besar yang di dalamnya semua umat beragama dapat terwadahi, dengan memperlakukan seluruh warga negara sama.
Wah, menarik sekali artikelnya pak. Bahas mengenai latar belakang serta keadaan sekarang dong pak. Biar ada lanjutannya.
Sangat informatif