Kelompok minoritas merupakan bagian dari masyarakat di tengah-tengah kelompok mayoritas yang tak bisa dinafikkan keberadaannya. Keminoritasan dimaknai atas dasar identitas agama, suku bangsa atau etnis, budaya, hingga bahasa. Berada di posisi yang tidak dominan inilah yang kerapkali menimbulkan diskriminasi bahkan segregasi.
Pembahasan dan pemberitaan gesekan antara mayoritas vs minoritas tak henti-hentinya ramai menjadi perbincangan terutama bagi warga negara +62 yang dikenal aktif bergerilya di jagat media sosial. Indonesia sebagai negara kesatuan nyatanya belum begitu berhasil menumpaskan konflik kecil ini. Layaknya sebatang korek api yang dibakar dan terus terbiarkan, lama kelamaan api tersebut semakin membara, membesar dan membakar semua yang ada di dekatnya.
Tulisan ini tidak dikhususkan mengenai konflik diskriminasi yang sering terjadi Indonesia. Lebih dari itu, permasalahan mayoritas vs minoritas menjadi penting untuk diperhatikan dan diketahui oleh setiap orang. Permasalahan ini perlu diperhatikan secara serius, karena membudaya dan menjangkiti setiap negara-negara di dunia, tak hanya Indonesia. Menanggapi masalah-masalah ini pun perlu melihat dari berbagai perspektif, tak hanya pada satu sisi saja.
Bagaimana Regulasi Pencegahan Diskriminasi oleh Mayoritas?
Perlakuan diskriminatif yang sering diterima kelompok minoritas tidak pernah dibenarkan. Untuk menyikapnya, diperlukan regulasi yang mengatur lebih lanjut tentang prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi. Prinsip kesetaraan dalam dunia internasional tercantum pada Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Pasal 1 ayat (3). Usaha PBB tersebut bertujuan mendorong penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia tanpa membeda-bedakan ras, jenis kelamin, bahasa serta agama. Hal serupa juga dijumpai pula pada Internasional Convenant Civil and Politics Rights (ICCPR) Pasal 2 ayat 1 yang meminta negara menjamin hak seluruh individu tanpa pembedaan apapun.