Kontestasi Pemilu 2024 kurang dari setahun. Sejumlah partai politik sudah mulai bersiap membentuk koalisi pada pemilu mendatang. Dimulai dengan deklarasi Koalisi Indonesia Bersatu (Golkar, PPP, PAN) yang mengawali manuver politik jelang Pemilu 2024. Pembentukan koalisi tersebut rupanya untuk memenuhi syarat ambang batas pencalonan presiden. Sementara itu, PDI Perjuangan sebagai partai penguasa dapat saja tidak berkoalisi dengan partai lain. Sebab, telah memenuhi syarat presidential threshold pada pemilu sebelumnya. Teranyar, mereka telah mengusung kadernya Ganjar Pranowo sebagai calon presiden 2024. Lolosnya PDI Perjuangan dari presidential threshold pada pemilu sebelumnya memunculkan ambisi untuk menang ketiga kalinya secara beruntun pada pilpres tahun depan.
Dasar Hukum Presidential Threshold
Aturan pelaksanaan pilpres tertuang dalam Pasal 5 ayat (4) UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Pada waktu itu, parpol yang akan mencalonkan capres dan cawapresnya harus memiliki modal 15 persen kursi di DPR atau 20 persen perolehan suara sah nasional di pemilu legislatif. Angka tersebut terus mengalami perubahan hingga akhirnya menjadi 20 persen jumlah kursi yang ada di DPR atau memperoleh suara 25 persen pada pemilu legislatif sebelumnya.
Sejarah mencatat bahwa presidential threshold pertama kali diterapkan di Indonesia pada pilpres 2004. Pemberlakuan presidential threshold bertujuan untuk memperkuat sistem presidensial serta menciptakan efektivitas pemerintahan. Karena, Presiden membutuhkan dukungan dari parlemen untuk menciptakan stabilitas pemerintahan.
Dilansir dari Kompas.com, sepanjang tahun 2017 sampai 2022 MK telah memutus 21 perkara yang diajukan terkait presidential threshold. Hal ini menandakan ada pihak yang merasa hak konstitusionalnya dirugikan karena ada syarat ambang batas pencalonan presiden dan wapres.
Peluang PT 0 persen, mungkinkah ?
Banyak partai politik yang keberatan atas syarat minimal ambang batas pencalonan presiden. Adanya ambang batas dinilai menghilangkan hak konstitusional partai untuk mengusung calon presiden. Partai yang ingin mengusung calon presidennya sendiri mengalami kesulitan untuk mencapai syarat minimal 20 persen. Hal itu menjadi alasan banyak pihak yang menginginkan angka persentase presidential threshold diturunkan 10 persen atau 0 persen bahkan kalau bisa dihapuskan. Sudah puluhan kali mengajukan ke MK untuk menurunkan besaran presentase angka dalam presidential threshold, namun tidak semuanya dikabulkan gugatannya
Dalam pertimbangan Putusan Nomor 73/PUU-XIX/2022, MK tidak mempunyai kewenangan untuk mengubah presentase angka ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold. Bukan ranah MK untuk mengubah besaran angka ambang batas tersebut. Sebaliknya, dikatakan bahwa itu merupakan open legal policy dari pembuat undang-undang.