Dikutip dari Media Indonesia, menurut Guru besar Ilmu politik Universitas Islam Negeri, Saiful dalam sistem presidensial tidak ada keterlibatan antara hasil pemilu sebelumnya dengan ambang batas pencalonan presiden atas dasar hasil pemilu. Indonesia yang menganut sistem presidensialisme terlalu didikte oleh parlemen, sementara di Amerika Serikat yang memiliki model sistem pemerintahan yang sama dengan Indonesia, tidak menerapkan ambang batas pencalonan presiden, pemilihan presiden di negara tersebut independen sejak awal.
Presidential threshold diperlukan untuk menjaga kestabilan pemerintahan untuk memudahkan presiden sebagai eksekutif untuk menjalankan pemerintahan agar nantinya tidak diganggu oleh partai mayoritas di parlemen. Lantas jika itu pola pikir yang dibangun, maka mayoritas partai politik yang ada di parlemen sama dengan parpol presiden atau mayoritas parpol yang mendukung presiden di parlemen, gampang terjebak ke dalam pemerintahan yang otoriter
Penutup
UUD 1945 tidak mengenal ambang batas presiden. Sebaliknya, UUD 1945 lebih mengenal ambang batas keterpilihan bukan presidential threshold. Pasal 6A ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa pasangan capres dan cawapres memperoleh suara lebih dari 50 persen dengan paling sedikit 20 persen di setiap provinsi yang terbagi dari setengah jumlah provinsi yang ada di Indonesia.
Jika alasan presidential threshold karena ada anggapan bahwa Presiden harus mendapatkan dukungan dari legislatif, hal ini menyimpang dari pemerintahan presidensial. Lantaran, capres dan cawapres seharusnya dipilih langsung oleh rakyat bukan harus mendapatkan dukungan terlebih dahulu dari parlemen. Partai dipaksa untuk berkoalisi dengan partai yang lainnya untuk memenuhi syarat ambang batas pencalonan presiden, meskipun tidak ada visi misi yang selaras dengan partai lain.
Jika tujuan presidential threshold untuk membangun stabilitas antara pemerintah dengan lembaga legislatif, mekanisme checks and balances Presiden dan DPR tidak berjalan baik karena mayoritas partai politik di parlemen merupakan pendukung presiden. Ini akan melahirkan ketidakefektifan pemerintahan, karena minimnya partai oposisi untuk mengawasi jalanannya pemerintahan.