Sebagai negara hukum yang demokratis, pertimbangan lahirnya produk hukum harus tecermin kedaulatan rakyat. Hukum wajib lahir dan terimplementasi dengan prioritas kebutuhan kultur masyarakat Indonesia. Terlebih, setiap produk hukum tidak boleh bertabrakan dengan peraturan di atasnya atau “lex superior derogat legi inferiori. Apabila dikerucutkan, secara hierarki perundang-undangan tidak boleh ada peraturan yang bertabrakan dengan UUD 1945 dan nilai-nilai Pancasila, sekalipun itu undang-undang yang sifatnya khusus.
Kekhawatiran atas amandemen UUD 1945 adalah menjadikannya sebagai ruang ‘alat tukar kepentingan politik.’ Terlebih, amandemen UUD 1945 berisi penambahan pasal-pasal yang terdapat frasa ‘selanjutnya diatur oleh undang-undang.’ Ruang gerak kepastian hukum UUD 1945 pada akhirnya sebatas penghantar, sedangkan pengukuhan aturan terletak pada undang-undang.
Kita mungkin menghela nafas sejenak karena rasa kekhawatiran saat membaca Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Pasal tersebut menyebutkan Indonesia merupakan negara hukum, yang diperkuat UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP).
Harapannya, jika frasa pada pasal-pasal UUD 1945 yang berbunyi ‘selanjutnya diatur oleh undang-undang’ dapat difilter secara baik oleh UU PPP, frasa tersebut menjadi petunjuk dan pijakan teknis penerbitan serta pelaksanaan undang-undang. Apalagi UU PPP memiliki keistimewaan yang keberadaannya terletak dalam Pasal 2 yakni; “Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum.”
Selanjutnya, pasal tersebut diperketat dengan Pasal 7 ayat (1), “Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
- Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
- Peraturan Pemerintah;
- Peraturan Presiden;
- Peraturan Daerah Provinsi; dan
- Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.”
Terdapat beragam asas-asas hukum yang digunakan sebagai kerangka dasar dalam terbentuknya peraturan-peraturan konkrit:
- Asas lex superior derogat legi inferiori, yaitu peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
- Asas lex specialis derogat legi generali, yaitu peraturan yang lebih khusus mengesampingkan peraturan yang umum.
- Asas lex posterior derogat legi priori, yaitu peraturan yang baru mengesampingkan peraturan yang lama.
Terkait dengan perubahan kedua UU PPP, kita dapat menggali kedudukan UU PPP itu ke dalam 2 asas. Kedua asas tersebut antara lain lex scripta (hukum tertulis) dan lex non scripta (hukum tidak tertulis). Kedua asas tersebut menjadi dasar penilaian umum terhadap perubahan kedua UU PPP. Walaupun terdapat pendapat para ahli hukum yang menempatan asas-asas tersebut lebih pada hukum pidana.