Dewasa ini, kemajuan teknologi, informasi, dan komunikasi yang pesat berdampak signifikan pada berbagai sektor kehidupan manusia. Keberadaan teknologi mempermudah manusia beraktivitas, utamanya ketika kini dunia sedang berada pada masa Revolusi Industri 4.0. Sektor perekonomian merupakan sektor yang paling mendapat pengaruh nyata atas kemajuan ini. Sejalan dengan kemajuan yang mapan, muncul pula beragam pelanggaran dan kejahatan baru sebagai dampak negatif yang sulit terelakkan.
Kegiatan perekonomian, khususnya perdagangan produk barang maupun jasa pada skala lokal, nasional, maupun internasional pasti mempunyai nama sebagai suatu identitas. Identitas atas suatu produk barang atau jasa ini disebut sebagai merek. Definisi merek diatur lebih lanjut pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Hak merek merupakan bagian tak terpisahkan dari kekayaan intelektual. Merek sebagai suatu identitas juga merupakan tanda, yang mana berupa huruf, kata, angka, foto, gambar, bentuk, warna, logo, label, dan lainnya. Sebagai suatu langkah perlindungan hukum, maka merek sebagai pembeda dari suatu produk dengan produk lainnya akan digunakan secara sah ketika didaftarkan, sehingga pemilik mereka akan mendapatkan hak atas merek. Pendaftaran tersebut berimplikasi pada dimilikinya hak eksklusif oleh pemilik merek. Hak eksklusif akan mencegah orang lain untuk membuat, menggunakan atau berbuat sesuatu terhadap merek tanpa seizin pemilik merek. Hak ini juga melekat hak lain yaitu, hak moral dan hak ekonomi.
Dalam rangka meluaskan jangkauan pemasaran produk barang atau jasa, pemilik merek memanfaatkan internet. Adanya pemasaran melalui internet itulah muncul suatu nama domain yang dipergunakan oleh pemilik merek, dalam hal ini oleh individu hingga perusahaan. Nyatanya, penggunaan nama domain ini seringkali disalahgunakan oleh pihak yang ingin mendapat keuntungan atas ketenaran suatu merek. Tindakan ini merupakan suatu pembajakan merek pada suatu nama domain atau lebih dikenal cybersquatting. Bagi pemilik merek yang memiliki reputasi baik dan dikenal di kalangan masyarakat tentu menjadi incaran hangat para pelaku yang disebut cybersquatters.
Keberadaan cybersquatters tentu sangatlah meresahkan. Kasus pelanggaran nama domain pernah terjadi di Indonesia berulang kali. Kasus yang cukup ramai mencuat ke publik ialah kasus eBay tahun 2013 melibatkan pemegang hak atas merek eBay Corp yang berkedudukan di Amerika Serikat. Pihak eBay Corp merasa dirugikan atas keberadaan domain Ebay.co.id milik CV. Ebay, sehingga menutup kemungkinan eBay Corp untuk mendaftarkan dan menggunakan nama domain tersebut di Indonesia.