Dalam Pasal 24C UUD 1945, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final. Kewenangan MK mencakup menguji undang-undang terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, serta memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Menurut Bambang Sutiyoso, putusan final berarti bahwa putusan Mahkamah Konstitusi merupakan upaya yang pertama (the first resort) sekaligus upaya terakhir (the last resort) bagi para pencari keadilan. Undang-Undang No 7 Tahun 2020 tentang perubahan Undang-Undang No 11 Tahun 2011 danUndang-Undang No 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa “Sifat final dalam putusan Mahkamah Konstitusi dalam Undang-Undang ini mencakup pula kekuatan hukum mengikat (final and binding)”.
Ketentuan ini juga ditemui di dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final…”
Konsekuensi yuridis dari ketentuan sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa putusan Mahkamah Konstitusi telah mempunyai akibat hukum yang jelas dan tegas, serta tidak ada upaya hukum lanjutan sejak putusan tersebut selesai diucapkan dalam sidang pleno yang terbuka untuk umum. Pijakan yuridis dari ketentuan ini juga dapat ditemui di dalam Undang-UndangNomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada pilihan lain selain melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi secara konsekuen. Terlebih, putusan Mahkamah Konstitusi berlaku mengikat tidak hanya bagi pihak yang sedang berperkara di Mahkamah Konstitusi, namun juga mengikat bagi semua pihak (erga omnes).