Badan Usaha Milik Negara (“BUMN”) merupakan suatu entitas yang dinilai menjadi salah satu pilar ekonomi negara. Pengaruh BUMN terhadap ekonomi negara dapat dibuktikan dengan meningkatnya pendapatan negara yang berasal dari BUMN, contohnya berdasarkan fakta pada akhir Maret 2020 sebesar Rp375,9 trilliun atau bertumbuh 7,7% dari tahun yang lalu. BUMN merupakan suatu badan usaha yang memiliki karakteristik istimewa dibandingkan badan usaha lainnya, yaitu dianggap sebagai badan usaha berbaju pemerintah namun memiliki fleksibilitas dan cakupan kegiatan seperti perusahaan swasta.
Hal tersebut merupakan suatu kelebihan tersendiri. Negara hadir di dalamnya sebagai pemegang saham mayoritas dalam kegiatan ekonomi dengan tujuan negara dapat melakukan intervensi terhadap BUMN untuk mengurangi kegagalan pasar, kekakuan harga, dan menyelaraskan kegiatan ekonomi dengan regulasi hukum yang berlaku. Berdasarkan penjelasan tersebut, betapa pentingnya pemerintah untuk mengoptimalkan kinerja BUMN di Indonesia dalam meningkatkan ekonomi negara.
Terdapat salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja BUMN yaitu restrukturisasi melalui pembentukan holding company. Menurut Munir Fuady, holding company adalah suatu perusahaan yang bertujuan untuk memiliki saham dalam satu atau lebih perusahaan lain atau mengatur satu atau lebih perusahaan lain tersebut. Di Indonesia telah dilakukan beberapa holding company BUMN, seperti pada tahun 2012 dari PT Semen Gresik Tbk menjadi PT Semen Indonesia Tbk, pada tahun 2012 dari PT Pupuk Sriwidjaja menjadi PT Pupuk Indonesia holding company, dan pada tahun 2014 terbentuk holding company PT Perkebunan Nusantara III yang membawahi 14 perseroan terbatas.
Tidak berhenti sampai di situ, pada tanggal 13 September 2021 resmi terbentuk Holding Company BUMN antara PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (“BRI), PT Pegadaian (Persero) (“Pegadaian”), dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) (“PT PMN”).
Mengingat ketiga BUMN tersebut merupakan badan usaha yang bergerak pada sektor jasa keuangan, pelaksanaan holding company dinilai tepat dalam rangka membantu membangkitkan kembali ekonomi negara yang telah terdampak selama pandemi Covid-19 serta sejalan dengan dukungan pemerintah terhadap Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (“UMKM”). Tujuan utama dari holding company ini adalah untuk membangun ekosistem agar semakin banyak pelaku usaha ultra mikro terjangkau layanan keuangan formal.
Jika menganalisis terkait rencana holding company antara BRI, Pegadaian, dan PT PNM, pertama-tama perlu diketahui bahwa BRI merupakan lembaga keuangan perbankan berbentuk perseroan terbatas yang tunduk langsung pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (“UU Perbankan”), merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 2 UU Perbankan. Sedangkan Pegadaian dan PT PNM bukan merupakan lembaga keuangan perbankan.
Pegadaian merupakan BUMN (Persero) yang bergerak pada sektor keuangan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2011 (“PP Pegadaian”), yang memiliki cakupan kegiatan usaha pinjaman dana berdasarkan hukum gadai, jaminan fidusia, serta pelayanan jasa titipan, taksiran, sertifikasi, sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (2) PP Pegadaian. Sedangkan PT PNM merupakan BUMN (Persero) yang bergerak di bidang jasa keuangan, merupakan lembaga pembiayaan yang fokus terhadap akses permodalan, pendampingan, dan peningkatan kapabitas para pelaku UMKM.
Apabila dilihat dari sisi ekonomi, Perbedaan antara BRI (Lembaga Keuangan Perbankan) dengan Pegadaian dan PT PNM (Lembaga Keuangan Non Perbankan) bukanlah suatu masalah yang dapat menghambat tujuan utama dari rencana holding company yaitu untuk mendukung para pelaku UMKM di Indonesia, karena pada dasarnya ketiga perusahaan tersebut sama-sama memiliki target usaha untuk pemberian pinjaman dana terhadap para pelaku UMKM.
Di samping itu, apabila dilihat dari sisi hukum, realisasi pembentukan holding company BUMN
tersebut dapat menjadi solusi untuk berbagai permasalahan terkait permodalam bagi UMKM
di Indonesia. Dilaksanakannya rencana holding company ini sama sekali tidak mengubah masing-masing perusahaan secara yuridis, dalam artian BRI, Pegadaian, dan PT PNM masih merupakan suatu entitas hukum yang berdiri sendiri.
Berdasarkan hal tersebut, muncul adanya kemandirian risiko karena masing-masing Pegadaian dan PT PNM sebagai anak perusahaan pada prinsipnya dalam setiap kewajiban, risiko, dan klaim pihak ketiga, tidak bisa dibebankan kepada perusahaan induk maupun perusahaan lainnya, sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (1) UU PT. Dengan demikian, tidak terdapat penyelarasan antara sistem ataupun kriteria anak perusahaan dengan induk perusahaan yang berarti Pegadaian dan PT PNM tetap pada fokus kegiatannya yaitu menjaring pelaku usaha pada lapisan bawah dalam pemberian kredit pembiayaan.
Dari segi kekuatan modal, justru dengan hadirnya BRI sebagai perusahaan induk dapat memberikan suntikan modal yang lebih bagi Pegadaian dan PT PNM dalam pemberian kredit pembiayaan kepada para pelaku usaha. Hal tersebut juga dapat mendorong turunnya tingkat pengenaan bunga terhadap kredit yang diajukan para pelaku usaha, karena semakin kuatnya struktur modal usaha masing-masing anak perusahaan. Meningkatnya modal anak perusahaan menjadi suatu keuntungan tersendiri bagi perusahaan induk yaitu BRI dari sisi peningkatan profit dari dividen saham dalam anak perusahaan, dan pengerucutan jangkauan kredit pembiayaan terhadap para pelaku usaha.
Selain itu, dapat dilaksanakannya rencana holding company ini dapat menciptakan pengontrolan yang lebih mudah dan efektif. Pengontrolan yang dimaksud yaitu terkait hak pengawasan, efisiensi kegiatan operasional, kemudahan sumber modal, serta keakuratan pengambilan keputusan. Keberadaan perusahaan induk sebagai pemegang saham mayoritas pada anak perusahaan yang membuat beberapa ruang lingkup pengontrolan yang telah dijelaskan sebelumnya dapat dilaksanakan secara efektif. Pemegang saham mayoritas memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap keputusan- keputusan dan langkah-langkah yang diambil demi nasib perusahaan kedepannya.
Mengingat dalam ketentuan UU PT dikenal asas One Share One Vote atau satu saham satu suara, yang berarti bahwa setiap lembar saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali ditentukan lain oleh anggaran dasar, maka dari itu jika perusahaan induk memiliki saham lebih dari 50% maka secara praktik telah memiliki mayoritas hak suara untuk menentukan arah keputusan yang diambil.
Dengan demikian berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembentukan holding company BUMN Sektor Keuangan menjadi salah satu langkah strategis yang dapat memberikan kebijakan untuk memperbaiki kondisi solvibilits dan profibilitas dalam melangsungkan kehidupan usaha dengan prospek yang baik.
Selain itu, dari aspek perusahaan induk serta anak perusahaan yang membentuk holding company apabila dilihat dari fungsi masing-masing perusahaan, kekuatan modal perusahaan, keselarasan pengambilan keputusan, dan kemudahan pengontrolan kegiatan usaha, dinilai memberikan dampak positif bagi lingkungan kegiatan usaha di sektor keuangan sendiri dan sebagai manifestasi dalam memberdayakan UMKM di Indonesia.
Baca juga:
- Holding Company BUMN Sektor Keuangan untuk Pemberdayaan UMKM
- Penyetoran Modal Perseroan Terbatas dalam Bentuk Merek di Indonesia
- Mekanisme dan Regulasi Pendirian Perseroan Perorangan (PT Perorangan)
- Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia
- Pembaruan KBLI 2020 dan Pasal 3 Anggaran Dasar Perseroan