Bisnis berbasis teknologi atau disebut juga E-Commerce dalam melakukan penjualan, penyebaran, serta pemasaran barang atau jasa rata-rata menerapkan adanya Term and Condition yang ditujuan untuk konsumen. Kedudukan hukum Term and Condition sendiri merupakan bentuk dari pelaksanaan kesepakatan atau perjanjian sebagaimana didasarkan pada Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer). Term and Condition sudah merupakan strategi yang diterapkan oleh banyak pelaku bisnis di Indonesia seperti contohnya Gojek, Shopee, Mola TV, Tokopedia, Lazada, dan masih banyak lagi.
Banyak pelaku bisnis memilih cara tersebut memang secara hukum suatu kesepakatan dalam hal ini Term and Condition berdasarkan Pasal 1338 KUHPer memiliki kekuatan hukum mengikat layaknya undang-undang bagi para pihak yang menyepakatinya.
Di samping itu dalam praktiknya masih menjadi bahasan yang menarik, karena pasalnya mayoritas pelaku bisnis dalam menyusun klausula-klausula pada Term and Condition bersifat satu pihak atau dengan kata lain jenis perjanjian yang disusun ialah perjanjian baku. Pada faktanya Term and Condition yang disodorkan kepada konsumen oleh pelaku bisnis sifatnya sudah tidak dapat diganggu gugat lagi dalam artian konsep dari persetujuan Term and Condition yaitu take it or leave it. Maka menjadi pertanyaan tersendiri apabila dilihat dari sisi hukum atas pelaksanaan Term and Condition sebagai perjanjian baku.
Pasal 1320 KUHPer telah menjelaskan beberapa poin yang menjadi syarat sahnya suatu perjanjian meliputi kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu pokok persoalan tertentu, dan suatu sebab yang tidak terlarang. Apabila dikaitkan dengan perjanjian baku memang tidak menjadi masalah apabila syarat kesepakatan para pihak terpenuhi dalam artian masing-masing pihak yang bersepakat atas kehendaknya sendiri menyetujuan poin-poin kesepakatan.
Namun patut diketahui di samping ketentuan syarat sah kontrak, secara teoritis terdapat beberapa asas yang melandasi dibuatnya perjanjian, salah satunya ialah asas proporsionalitas yang mana memiliki keterkaitan dengan perjanjian baku. Asas proporsionalitas dalam perjanjian secara singkat merupakan asas yang melandasi pertukaran hak dan kewajiban para pihak sesuai proporsi atau bagiannya.
Secara hirarki kedudukan asas sebagai dasar hukum ada di bawah peraturan perundang-undangan dalam hal ini KUHPer. Walaupun begitu, alangkah baiknya pelaku bisnis dalam menyusun Term and Condition tetap memperhatikan asas proporsionalitas karena pada dasarnya hak dan kewajiban konsumen telah dijamin oleh peraturan perundang-undangan.