COVID-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh jenis Virus Korona yang baru ditemukan. COVID-19 adalah wabah bagi seluruh negara di dunia karena tidak hanya menyerang kesehatan manusia selain itu perekonomian negara-negara menjadi melemah. Tren kenaikan kasus pasien positif dan jumlah korban yang meninggal akibat COVID-19 pun terus bertambah.
Virus ini mengakibatkan segala aspek kehidupan menjadi berubah untuk membatasi segala aktivitas masyarakat diluar rumah melalui kebijakan physical distancing, sehingga sebagian besar kegiatan masyarakat umum yang membutuhkan komunikasi dialihkan secara daring.
Akibat COVID-19 Terhadap Bidang Hukum
Aturan pelaksanaan penegakan hukum selama masa wabah COVID-19 diterbitkan melalui Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2020 yang memerintahkan agar sistem kerja disesuaikan dengan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Berdasarkan SEMA tersebut, aparatur penegak hukum dihimbau untuk dapat melaksankan tugasnya dalam aktivitas penegakan hukum secara jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Namun apabila terdapat perkara yang mendesak dan harus segera disidangkan, proses persidangan dapat dilaksanakan dengan mentaati protokol kesehatan. Oleh karena itu, wabah COVID-19 telah mengubah model dan sistem beracara di persidangan. Selain itu, pandemi melahirkan spekulasi tentang peran KY dalam pengawasan perilaku hakim di era disrupsi.
Teknologi, Proses Peradilan dan Pengawasan Perilaku Hakim
Kekuasaan untuk menyelenggarakan peradilan sendiri ditegaskan dalam Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi: “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.”
Dalam masa wabah COVID-19, pengguna teknologi informasi semakin bertambah. Tak terkecuali aspek peradilan, semua pejabat dan aparat penegak hukum diwajibkan untuk bekerja menggunakannya. perbedaan tingkat pemahaman sarana teknologi informasi muncul menjadi persoalan.
Praktik persidangan pun juga perlu disesuaikan agar sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku. Ketersediaan teknologi informasi harus dimanfaatkan secara optimal kepada seluruh peserta sidang. Fitur-fitur yang disediakan lembaga peradilan seperti e-court, e-litigasi dan video conference dapat dimanfaatkan sebagai sarana dalam proses persidangan.
Selama pandemi COVID-19, proses peradilan beralih secara daring. Proses penegakan hukum juga mengalami hambatan karena belum seluruhnya aparat penegak hukum cepat beradaptasi dalam mempergunakan sarana teknologi hukum yang berakibat menghambat aktivitas penegakan hukum. Adanya daluwarsa penuntutan pidana atas suatu tindak pidana dalam Pasal 78 KUHP dan jangka waktu proses penahanan sekitar 90 hari dalam peradilan yang menurut Pasal 26 ayat 1 dan ayat 2 KUHAP, membuat aparat penegak hukum harus bertindak secara cepat.
Pada masa pandemi, proses pemeriksaan berubah menjadi secara tidak langsung atau sesuai dengan protokol pencegahan dalam masa wabah COVID-19. Proses persidangan dalam pemeriksaan oleh hakim akan memberikan kemudahan dalam mengadili tanpa harus adanya tatap muka dengan terdakwa dan saksi, bahkan penasihat hukum.
Proses persidangan telah dimudahkan karena menggunakan sarana teknologi informasi. Salah satunya ialah teleconference agar mempermudah komunikasi dalam persidangan. Namun, perlu diperiksa kelayakan akses internet di suatu daerah yang menjadi kompetensi pengadilan dalam melaksanakan pengadilan secara elektronik (e-court) agar tak menjadi kendala dalam proses pemeriksaan bagi hakim.
Teknologi di bidang hukum berguna untuk merespon tuntutan perkembangan zaman yang serba digital. Pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan penggunaan teknologi hukum. MA dan MK telah menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi informasi.