Kecenderungan pemerintah yang lebih mengutamakan peningkatan investasi ketimbang pemulihan kesehatan membuat kepercayaan publik menurun. Di bawah ancaman pandemi Covid-19 yang jumlah kasusnya saat ini telah mencapai angka 500.000 lebih (covid19.go.id, diakses pada 29 November 2020).
Pemerintah dan DPR RI terus mengebut pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja hingga akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang (UU) pada 5 Oktober 2020. UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) sendiri pertama kali dicetuskan Presiden Joko Widodo pada saat pelantikan periode keduanya pada Oktober 2019. UU ini oleh Jokowi disebut akan merevisi puluhan UU (cnnindonesia, diakses pada 29 November 2020).
Dalam berbagai kesempatan, Jokowi selalu menyampaikan bahwa aturan sapu jagat yang akan menyederhanakan regulasi ini bisa memudahkan investasi sehingga lapangan kerja bisa tercipta (cnnindonesia, diakses pada 29 November 2020); sementara menurut data survei World Economy Forum (WEF), peraturan ketenakerjaan ataupun jumlah regulasi ketenagakerjaan hanya menempati urutan ke-13 dari 16 faktor utama penghambat investasi dengan skor 4. Adapun 3 aspek utama pemghambat investasi yaitu korupsi, inefisiensi birokrasi, dan akses ke pembiayaan (katadata.co.id/, diakses pada 2 Desember 2020).
UU ini dianggap cacat prosedur karena dibahas secara tertutup dan tidak melibatkan partisipasi publik sehingga menimbulkan penolakan dan demonstrasi di sejumlah wilayah (cnnindonesia, diakses pada 29 November 2020). Hal ini tentu kontra produktif dengan tujuan pemulihan sektor ekonomi dan kesehatan, sebab keduanya tidak bisa dipisahkan dan saling memengaruhi.
Sebenarnya sudah sejak awal UU ini menuai banyak penolakan, khususnya dari kalangan pekerja. UU ini dinilai akan memangkas hak-hak kaum pekerja mulai dari soal upah hingga pesangon yang akan diterima (Kompas, diakses pada 29 November 2020). Menurut kajian Amnesty International, secara substansi UU Ciptaker tidak sesuai dengan standar HAM internasional.
UU tersebut dapat merampas hak pekerja atau buruh atas kondisi kerja yang adil dan menyenangkan yang dijamin dalam Pasal 7 Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Kondisi tersebut termasuk upah yang adil, upah yang sama untuk beban kerja yang sama, lingkungan kerja yang aman dan sehat, pembatasan jam kerja yang wajar, perlindungan bagi pekerja selama dan setelah masa kehamilan, dan persamaan perlakuan dalam lingkungan kerja (Amnesty International, diakses pada 29 November 2020).
PEMBAHASAN
Pada mulanya, UU Ciptaker diklaim akan merevisi 79 undang-undang yang dianggap dapat menghambat investasi, termasuk tiga undang-undang yang terkait dengan ketenagakerjaan: UU Ketenagakerjaan, UU Sistem Jaminan Sosial Nasional, dan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional.
UU Ciptaker terdiri atas 11 klaster dengan 1.244 pasal. Pemerintah selalu berdalih bahwa UU Ciptaker bertujuan untuk meningkatkan investasi dan mempermudah bisnis. Namun, Amnesty meyakini bahwa UU ini justru akan melemahkan perlindungan hak-hak pekerja (Amnesty International, diakses pada 29 November 2020).
Dari segi prosedural-legislatif, penyusunan UU Ciptaker tidak terbuka dan tidak transparan. Pemerintah mengklaim telah melibatkan 14 serikat pekerja sebagai bagian dari proses konsultasi publik, tetapi seluruh serikat pekerja tersebut membantah klaim pemerintah dan menyatakan bahwa mereka tidak pernah dilibatkan sejak awal proses penyusunan. Hal ini mengindikasikan tidak adanya interaksi yang jujur dan terbuka antara otoritas pemerintah dan publik (terutama kelompok pekerja) terkait penyusunannya (Amnesty International, diakses pada 29 November 2020).
Hal ini menurut Direktur Amnesty Internationak Usman Hamid melanggar Pasal 25 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik yang menjamin hak setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mencakup pembuatan kebijakan (Kompas, diakses pada 29 November 2020). Sebagai pihak yang terdampak langsung oleh UU ini, sudah semestinya suara dan aspirasi kelompok buruh atau pekerja menjadi pertimbangan utama dalam proses penyusunannya.