Pulau Bali menjadi destinasi wisata terpopuler di Indonesia. Bahkan, kepopulerannya terkenal hingga seluruh negara di dunia. Wisatawan yang berkunjung ke Bali biasanya menikmati berbagai macam daya tarik wisata seperti pantai, gunung, dan mall. Sektor Pariwisata menjadi penyumbang terbesar anggaran daerah di Bali. Banyak pihak yang diuntungkan dari kegitan wisata mulai dari pemandu wisata, pemilik penginapan, sampai pedagang asongan.
Selain berperan terhadap perekonomian masyarakat Bali, pariwisata tanpa membawa dampak negatif, seperti banyaknya barang buangan. Barang buangan tersebut dapat berupa sampah organik dan non-organik. Bagi sebagian orang, sampah merupakan barang sepele sehingga seringkali dibuang begitu saja. Sampah-sampah tersebut pada akhirnya berakibat pada pencemaran lingkungan setempat.
Sampah Menjadi Masalah Baru
Bisa dibayangkan saat kita sedang berlibur ke Bali. Saat berenang di pantainya, ternyata penuh dengan sampah plastik. Seperti kantong plastik, styrofoam, hingga popok bayi. Belakangan ini, sampah di Bali menjadi permasalahan baru dan bisa menjadi lebih serius. Dibutuhkan peran masyarakat untuk mengatasinya.
Hal ini dibuktikan dengan peningkatan jumlah sampah setiap tahunnya. Pada tahun 2015, timbulan sampah di Bali adalah 10.266.50 meter kubik. Pada tahun 2016, terdapat peningkatan menjadi 12.892 meter kubik. Pada tahun 2017, timbulan sampah di Bali 13.351 meter kubik per harinya. Keadaan ini menjadi ancaman serius di Pulau Dewata atau Pulau Surga tersebut. Jika tidak ada penanganan dengan baik, bisa jadi julukan tersebut berganti dengan Pulau Sampah.
Permasalahan ini ditanggapi serius oleh I Wayan Koster, Gubernur Bali. Seusai pelantikannya, Ia menerbitkan peraturan baru yakni Peraturan Gubernur Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai (PSP). Peraturan ini bisa dianggap tepat. Regulasi menjadi usaha mengurangi permasalahan sampah.
Pulau Bali Berbenah
Dalam praktiknya, Pergub Bali tentang PSP tidak menyediakan plastik sekali pakai di seluruh mini market. PSP diganti dengan kantong belanja yang dapat digunakan untuk berkali-kali. Praktik ini diatur di dalam Pasal 6 ayat (4). Pasal tersebut mengatur kewajiban setiap pelaku usaha untuk menyediakan produk pengganti plastik sekali pakai.
Selain mengatur plastik pada mini market, peraturan ini juga mengatur sinergi masyarakat. Pasal 13 menjelasknan bahwa semua unsur masyarakat, tidak terkecuali masyarakat adat yang hendak melaksanakan persembahyangan ke Pura. Sebelum diterbitkannya peraturan ini, masyarakat biasanya membawa alat persembahyangan seperti canang sari menggunakan plastik sekali pakai.