Suatu negara misalnya dengan misi untuk menggulingkan pemerintahan yang sah atau untuk menggagalkan program nuklir suatu negara lain dilakukan dengan kegiatan spionase. Dan kegiatan spionase tersebut selalu diiringi dengan kegiatan intelijen, baik sebelum hingga sesudahnya. Kegiatan spionase atau bahasa awamnya mata-mata selalu melibatkan seseorang atau sekelompok orang yang terpisah-pisah yang bertindak sebagai intel atau agen. Banyak rezim-rezim suatu negara yang dijatuhkan, setelah beberapa tahun kemudian, ternyata merupakan hasil spionase yang digerakkan oleh negara lain. Perkembangan terakhir di kawasan Timur Tengah yakni kejatuhan Moammer Khadafi di Libya, kejatuhan Presiden Mursi di Mesir dan juga upaya penggulingan Presiden Bashar al Assad (Suriah) selalu tak lepas dari kegiatan spionase negara-negara lain yang memang mengharapkan kejatuhan para kepala negara yang menjadi sasaran. Dengan kata lain, hubungan antar negara dalam zaman post- modern ini, selain secara formal (diplomasi) namun di bawah tanah selalu dipenuhi dengan kegiatan spionase.
Praktik Spionase di Indonesia
Semua negara pasti melakukan kegiatan intelijen terhadap negara lain, tak terkecuali Indonesia. Bahkan, Indonesia pernah sampai mengirim staf Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) ke Fiji, sebuah negara kepulauan di Samudera Pasifik. Praktik umum di semua negara bahwa setiap kedutaan besarnya ada perwakilan intelijen. Bahkan di Fiji yang kecil juga ada staf Leemsaneg di sana. Pertanyaanya, kenapa di Fiji juga terrdapat aparat dari intelijen Indonsia? Meskipun Fiji merupakan negara kecil, bisa jadi karena Fiji juga dapat bersinggungan erat dengan Indonsia dalam konteks kepentingan Indonesia terhadap Papua.
Kita bisa saja menghubung-hubungkan. Sekaligus, agar Pemerintah Indonesia mengambil sisi positif dari penyadapan oleh Amerika Serikat dan Australia. Sikap Pemerintah Indonesia dapat berupa pembenahan internal agar informasi rahasia tidak bocor. Teknologi informasi Indonesia masih lemah, apalagi apabila berkaitan dengan upaya mengatasi kejahatan siber. Kementerian Luar Negeri juga tidak memiliki domain khusus menangani kejahatan ini. Ke depannya, pemerintah dapat menangkal dengan meningkatkan kemampuan kita kapabilitas domestik. Dari uraian di atas, juga penting untuk menyimpulkan bahwa praktik spionase merupakan kebutuhan nasional dan dapat menjadi pelanggaran hukum internasional.