Jika kita melihat setelah perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebelum reformasi kekuasaan lebih besar terhadap lembaga eksekutif, kini kekuasaan lebih besar besar ke lembaga legislatif. Sehingga kekuasaan DPR kini sangat kuat. DPR lah yang berperan dalam menentukan anggaran pemerintah, dalam pembentukan undang-undang, merekrut jabatan publik. Serta Dewan Perwakilan Rakyat yang mengawasi jalannya pemerintahan. Kuatnya lembaga legislatif dalam mengontrol pemerintahan di negara kita. Dengan menyebarnya kekuasaan secara vertikal dan secara horizontal maka korupsi, nepotisme, dan kolusi ikut membesar mengikuti kekuasaan tersebut.
Sangat banyak ditemukan pada saat ini pejabat di lingkungan eksekutif, legislatif, dan juga yudikatif di pemerintahan pusat dan juga pemerintahan daerah yang terseret ke meja hijau. Akan tetapi, catatan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kepolisian yang masih belum bekerja dengan optimal. Untuk para penegak hukum dan hak asasi manusia juga belum bekerja dengan memuaskan di mata rakyat. Adanya mafia hukum, makelar kasus, perang antara pihak kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi yang dikenal “cicak dan buaya” mencemari dunia peradilan itu sendiri. Oleh karena itu, Presiden merasa perlu membentuk Satuan Tugas untuk memerangi atau memberantas mafia hukum.
Meski terlalu dini masyarakat mulai bertanya-tanya, apakah Satuan Tugas yang dibentuk oleh presiden mampu memberantas para mafia hukum yang sudah menyebar luas dimana-mana yang telah menggerogoti pemerintahan kita dan membersihkan dunia peradilan dari penyakit yang telah lama telah merusak citra aparat penegak hukum. Belumlah tuntas penanganan mafia hukum kembali muncul mafia pajak dan mungkin masih banyak lagi mafia-mafia dalam hal lainnya.
Pertanyaannya, apakah pemerintah berani mengusut tuntas dalam hal ini dan terang-terangan terhadap masyarakat? Kenyataannya, yang dapat kita lihat para elit politik seperti saling melindungi atau menutupi tentang hal ini, hanya sebagian kecil lah yang benar-benar menginginkan negara yang bersih dalam hal ini. Negara kita perlu bersih dan korupsi, nepotisme, dan juga kolusi yang dikecam habis-habisan pada saat dirubahnya UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau era reformasi.
Belum selesai di pusat, dalam pelaksanaan otonomi daerah juga belum menemui titik terang, bahkan belakangan tercium adanya adanya resentralisasi urusan yang mebuat desentralisasi tertatih-tatih. Sering terjadinya urusan sudah diserahkan ke daerah, tetapi pendanaan, personil, dan sarana pendukungnya belum mengikuti. Selain itu juga soal perimbangan keuangan antara pusat dan daerah masih merupakan menjadi masalah yang krusial. Beberapa daerah otonom bersuara keras mengenai soal ini, karena soal tersebut sangat penting artinya bagi pembangunan daerah itu sendiri.
Berkenaan dengan hubungan negara dengan masyarakat pasca perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 masih belum menunjukkan perubahan yang signifikan. Hak-hak warga negara yang dijamin dalam konstitusi dan kewajiban negara untuk memenuhi rakyatnya masih belum sepenuhnya terwujud. Yang seharusnya kedaulatan rakyatlah yang lebih menonjol dari kedaulatan pemerintah ini malah sebaliknya kedaulatan pemerintahlah yang lebih menonjol dari keudaulatan rakyat itu sendiri.