Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No.37 Tahun 2004, Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, disebutkan, ”Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.”
Menurut Soekardono, kepailitan adalah penyitaan umum atas kekayaan si pailit bagi kepentingan semua penagihnya, sehingga Bala Harta Peninggalan lah yang ditugaskan dengan pemeliharaan serta pemberesan boedel dari orang yang pailit. Penulis menyimpulkan bahwa kepailitan sangat erat kaitannya dengan “utang”.
Kepailitan adalah salah satu upaya atau cara bagi kreditor untuk mendapatkan pemenuhan haknya oleh debitor yang berhenti melaksanakan kewajibannya, berupa sita umum terhadap harta kekayaan debitor berdasarkan putusan pengadilan sebagai akibat tidak dipenuhinya kewajiban kepada para kreditornya. Kepailitan meliputi seluruh harta kekayaan debitor pailit berdasarkan Pasal 1131 KUHPerdata yaitu segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu.
Untuk mendapatkan pemenuhan haknya kreditor dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit ke Pengadilan Niaga pada pengadilan negeri yang yuridiksinya meliputi tempat tinggal debitor berdasarkan Pasal 3 UUK-PKPU. Pengajuan permohonan pailit harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, “debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.”
Setelah memahami apa yang dimaksud dengan “penjamin” dan “kepailitan”, maka kita kembali ke pertanyaan awal, “Guarantor/penjamin dapat diklasifikasikan sebagai debitor dalam kepailitan atau tidak? Apakah dapat dimohonkan pailit?
Pertama, kita lihat dalam Pasal 1831 KUHPerdata, yang berbunyi, “Penanggung tidak wajib membayar kepada kreditur kecuali debitur lalai membayar utangnya, dalam hal itu pun barang kepunyaan debitur harus disita dan dijual telebih dahulu untuk melunasi utangnya.”
Berdasarkan pasal tersebut, kita bisa pahamai bahwa penjamin akan bertanggung jawab untuk melunasi utang debitur utama hanya jika debitur utama lalai membayar utangnya atau berhenti membayar. Penjamin baru akan tanggung jawab sampai harta pribadinya ketika harta debitur utama tidak cukup untuk membayar utang-utangnya.
Dengan kata lain, penjamin tidak akan tanggung jawab sampai harta pribadinya untuk melunasi utang debitur utama jika harta debitur utama masih cukup untuk membayar semua utang-utangnya. Konsekuensi dari Pasal 1831 KUHPerdata tersebut adalah penjamin tidak dapat diklasifikasikan sebagai debitor dan tidak dapat dipailitkan.