Sesuai dengan Pasal 23 UU Perlindungan Anak, Negara harus menjamin perlindungan, pemeliharaan dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali atau orang lain yang secara hukum bertanggung Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Anak jawab terhadap anak. Serta sudah dijelaskan dalam Pasal 23 ayat 2 UU Perlindungan Anak, yakni berbunyi “Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah mengawasi penyelenggaraan Perlindungan Anak.” Adapun bentuk perlindungan khusus bagi anak yang diekploitasi secara seksual yakni sesuai dengan Pasal 66 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dilakukan melalui penyebarluasan dan/atau sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual. Lalu dengan melakukan sebagai berikut:
- pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi; dan
- pelibatan berbagai perusahaan, serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat dalam penghapusan eksploitasi terhadap anak secara ekonomidan/atau seksual.
Hal yang berperan penting adalah peran orang tua, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 26 Ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Anak yakni : “Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
- mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;
- menumbuhkembangkanaAnak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya;
- mencegah terjadinya perkawinan pada usia Anak; dan
- memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada Anak.
Anak yang merupakan korban dari eksploitasi seksual memerlukan perlindungan khusus yang telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Sesuai dengan Pasal 1 Ayat 15, Perlindungan Khusus adalah “perlindungan yang diberikan pada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau sesksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran”