Kabar kurang sedap kembali menerpa citra institusi Polri atas keterlibatan tiga oknum anggotanya dalam kasus pencabutan red notice Djoko Tjandra yang menjadi buronan Interpol selama 11 tahun sejak tahun 2014 lalu dalam kasus korupsi Bank Bali, dimuat dalam CNN Indonesia (18 Juli 2020). Akibatnya, 3 oknum anggota Polri dicopot dari jabatannya. Ketiga oknum anggota Polri tersebut diantaranya adalah Brigjen Nugroho Slamet Wibowo yang dicopot dari jabatannya sebagai Sekretaris National Central Bureau (Ses NCB) Interpol Indonesia.
Nugroho Wibowo dimutasi menjadi Analis Kebijakan Utama Bidang Jianbang Lemdiklat Polri. Pencopotan jabatan Brigjen Nugroho Slamet itu tertuang dalam Surat Telegram Kapolri dengan nomor ST/2076/VII/KEP/2020 yang dikeluarkan pada hari ini, Jumat (17/7/2020). Surat telegram tersebut diteken langsung oleh AsSDM Kapolri Irjen Pol Sutrisno Yudi.
Sementara itu, 2 oknum anggota Polri lainnya sebagaimana dimuat dalam TEMPO.CO (15 Agustus 2020), telah ditetapkan menjadi tersangka dan diserahkan ke pengadilan atas nama Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dan Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo atau Brigjen Prasetijo sebagai tersangka penghapusan red notice, dan surat jalan Djoko Tjandra. Keduanya diduga menerima suap dan kepolisian menjerat keduanya dengan Pasal 5 ayat 2, pasal 11 dan 12 huruf a dan b UU Tipikor juncto Pasal 55 KUHP.
Penetapan tersangka ini dilakukan setelah gelar perkara. Adapun barang bukti yang disita berupa US$ 20 ribu, surat dan sejumlah barang bukti elektronik. Dalam sidang dakwan tanggal 2 November 2020, Irjen Napoleon Bonaparte didakwa menerima suap sebesar SGD200 ribu atau sekitar 2, 1 milyar rupiah dan US$270 ribu atau sekitar 3, 9 milyar rupiah. Sementara itu, Prasetijo didakwa menerima suap sebesar US$150 ribu atau sekitar Rp2, 1 milyar rupiah.
Atas perbuatannya kedua oknum Jenderal Polri tersebut didakwa melanggar Pasal 5 ayat 2 jo. Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b, atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sangat riskan jika aparatur penegak hukum yang sedianya menegakkan hukum dan menjadi percontohan yang baik bagi khalayak umum justru melakukan pelanggaran hukum hanya karena sebuah royalti semata sampai mengorbankan diri sendiri, keluarga, hingga institusi. Jabatan tinggi tidak membuat pribadi untuk bersyukur, namun justru disalahgunakan dan dipertaruhkan dengan membutakan diri akan hati, mata, dan pikiran karena krisis degradasi integritas dan moralitas hingga memicu stigma negatif Polri di masyarakat.