By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Kawan Hukum Indonesia
  • CURRENT ISSUES
  • SPOTLIGHTS
  • INSIGHTS
  • LAWSTYLE
  • FUN FACTS
Reading: Evaluasi Diversi Dalam Sistem Peradilan Anak di Indonesia
Share
0

Tidak ada produk di keranjang.

Notification
Latest News
Dilema Presidential Treshold: Dihapus atau Dikurangi?
4 hari ago
Polemik Penerapan Hukuman Mati dan Hak Untuk Hidup
1 minggu ago
Konvensi Jenewa sebagai Sumber Hukum Humaniter Internasional
1 minggu ago
Negara dalam Hukum Internasional
2 minggu ago
Mengenal Leges Duodecim Tabularum: Hukum Tertulis Pertama Romawi Karena Konflik Antarkelas
2 minggu ago
Kawan Hukum Indonesia
  • Current Issues
  • Spotlights
  • Insights
  • Fun Facts
Search
  • Pengantar Ilmu Hukum
  • Pengantar Hukum Indonesia
  • Etika Profesi Hukum
  • Bantuan Hukum
  • Hukum Acara
  • Hukum Konstitusi
  • Hukum Administrasi
Have an existing account? Sign In
Follow US
  • Contact
  • Complaint
  • Advertise
© 2022 Foxiz News Network. Ruby Design Company. All Rights Reserved.
Kawan Hukum Indonesia > Opportunities > Evaluasi Diversi Dalam Sistem Peradilan Anak di Indonesia
Opportunities

Evaluasi Diversi Dalam Sistem Peradilan Anak di Indonesia

Torando El Edwan 7 bulan ago
Updated 2022/02/22 at 9:06 PM
Share
SHARE

Konsep restorative justice merupakan tujuan agar konsep diversi dapat diterapkan di peradilan pidana anak. Inti dari keadilan restoratif adalah penyembuhan, pembelajaran moral, keterlibatan dan kepedulian masyarakat, pengampunan, akuntabilitas, dan pelaksanaan perubahan, semua pedoman untuk proses keadilan restoratif. 
UU no. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, kini dicabut, yang ditandai dengan berlakunya UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), yang dalam undang-undang baru ini mengintegrasikan disiplin pada peradilan anak dengan menerapkan prinsip-prinsip penting yang terkandung dalam Beijing Rules, yang ditandai dengan pasal yang menetapkan bahwa dalam sistem peradilan pidana anak dimaksud pada ayat (2) huruf a dan b harus dicari penyimpangannya (Pasal 5 ayat 3 UU SPPA).

Sejak diterbitkan dan mulai berlaku pada Juli 201 , menggantikan undang-undang no. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, UU SPPA memperkenalkan pendekatan keadilan restoratif melalui sistem diversi. Selama 3 tahun pemberlakuan UU SPPA, menarik untuk melihat bagaimana hasil penerapan pendekatan keadilan restoratif melalui sistem diversi ini. Setidaknya terdapat 3 hasil penting implementasi UU SPPA.

Pertama, meningkatnya jumlah anak yang diadili karena diversi. Data Badan Umum Kehakiman Mahkamah Agung (Badilum MA) menyebutkan perlakuan terhadap anak di bawah umur di pengadilan negeri periode 201 -2016. Pada tahun 201 , ada 1.823 kasus yang melibatkan anak sebagai pelaku, yang diterima di seluruh Pengadilan Negeri di Indonesia.  Pada tahun pertama pelaksanaan SPPA, Apong mengatakan bahwa 1% dari jalan memutar berhasil dalam menyelesaikan kasus pidana remaja. Pada tahun 2015, jumlah perkara yang diterima oleh Pengadilan Negeri sebanyak 5. 26 perkara. Sementara itu, keberhasilan penerapan deviasi sebesar 3%. Jadi, pada tahun 2016, dari 6.679 kasus yang sampai ke pengadilan negeri, ada % keberhasilan dalam pelaksanaan diversi.

Kedua, jumlah anak di bawah umur yang ditahan dikurangi. Antara Juli 201 hingga Juli 2016, data Ditjen Kemenkumham Sebelumnya menunjukkan jumlah anak di bawah umur yang ditahan pada 201 sebanyak 1.873 orang. Sedangkan pada tahun 2015 sebanyak 653 orang dan pada tahun 2016 sebanyak 766 anak.

Ketiga, jumlah anak yang ditahan mengalami penurunan. Menurut data Direktorat Jenderal sebelumnya pada periode yang sama, ada 3.268 anak yang ditahan di seluruh Indonesia pada tahun 201 . Kemudian pada tahun 2015 turun sebanyak 2.615 orang. Sedangkan pada tahun 2016 terus menurun menjadi 2.340 orang.

Dari tingkat keberhasilan tersebut pula terdapat sejumlah evaluasi yang dapat menjadi rekomendasi. Pertama, selama ini belum tersedia data base penanganan Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) secara terpadu yang dapat dijadikan sebagai sumber utama bagi penilaian capaian pelaksanaan UU SPPA.

Kedua, belum semua peraturan pelaksanaan, baik Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden sebagaimana didelegasikan oleh UU SPPA ditetapkan. Saat ini belum ada aturan setingkat PP yang mengatur mengenai bentuk dan tata acara pelaksanaan pidana sebagai amanat UU SPPA Pasal 71 ayat (5), dan Perpres tentang pelaksanaan hak anak korban dan anak saksi sebagai amanat Pasal 90 ayat (2).

Ketiga, masih sering terjadi perbedaan pendapat di antara aparat penegak hukum terkait proses diversi. Keempat, belum tersedia prasarana yang memadai sesuai perintah UU SPPA untuk kebutuhan penanganan ABH baik di Kepolisian, Kejaksaan, maupun Pengadilan. Kelima, kurangnya jumlah APH yang memiliki pengetahuan dan pemahaman yang sama tentang UU SPPA, serta benturan kebijakan maupun sistem sosial budaya dalam pelaksanaan UU SPPA.

You Might Also Like

Kekerasan Seksual Terhadap Anak dalam Perspektif HAM

Call for Paper Juris Polis Institute

Restorative Justice dalam Pemidanaan Anak di Indonesia

Perlindungan Hukum Terhadap Anak sebagai Korban Eksploitasi Seksual

Call for Paper Jurnal Kajian Pembaruan Hukum

TAGGED: Hukum Acara Pidana, Hukum Anak
Torando El Edwan Oktober 26, 2021
Share this Article
Facebook TwitterEmail Print
What do you think?
Love0
Happy0
Surprise0
Sad0
Embarrass0
Posted by Torando El Edwan
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Berproses di Criminal Law Disscussion FH UII.
Previous Article Pentingnya Keseimbangan Integritas dan Moralitas Polisi Terhadap Stigma Publik
Next Article Suap Pengaturan Skor Sepakbola: Bagaimana Aturan Sanksi Pidananya?
Leave a comment

Tinggalkan Balasan

Anda harus masuk untuk berkomentar.

Our Social Media

Facebook Like
Twitter Follow
Instagram Follow
Youtube Subscribe

Latest News

Dilema Presidential Treshold: Dihapus atau Dikurangi?
Spotlights
Polemik Penerapan Hukuman Mati dan Hak Untuk Hidup
Spotlights
Konvensi Jenewa sebagai Sumber Hukum Humaniter Internasional
Insights
Negara dalam Hukum Internasional
Insights
Mengenal Leges Duodecim Tabularum: Hukum Tertulis Pertama Romawi Karena Konflik Antarkelas
Insights
Mendesak Pembatalan Megaproyek Ibu Kota Negara
Current Issues
Kerangka Kerja Regulasi Penanganan Limbah Medis COVID-19
Spotlights
Tantangan Pengelolaan Limbah Medis COVID-19
Spotlights
UU TPKS: Terobosan Pemberantasan Kekerasan Seksual di Indonesia
Current Issues
Ancaman Perlindungan Hak-hak Buruh dalam UU Cipta Kerja
Spotlights
Kriminalisasi Pencemaran Nama Baik Atas Pernyataan di Media Sosial
Spotlights
Tradisi Pamer Tersangka Melalui Konferensi Pers di Indonesia
Spotlights
Pelanggaran HAM Berat di Papua dan Respon di PBB
Spotlights
10 Program Studi Hukum Terbaik di Asia Tenggara, UNAIR Terbaik di Indonesia
Fun Facts
Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden: Perspektif Demokrasi dan Konstitusionalisme
Spotlights

Baca artikel lainnya

Spotlights

Kekerasan Seksual Terhadap Anak dalam Perspektif HAM

4 bulan ago

Call for Paper Juris Polis Institute

5 bulan ago
Insights

Restorative Justice dalam Pemidanaan Anak di Indonesia

5 bulan ago
Spotlights

Perlindungan Hukum Terhadap Anak sebagai Korban Eksploitasi Seksual

6 bulan ago
Follow US

© Kawan Hukum Indonesia 2019-2022. All Rights Reserved.

Join Us!

Subscribe to our newsletter and never miss our latest news, podcasts etc..

[mc4wp_form]
Zero spam, Unsubscribe at any time.

Removed from reading list

Undo
Welcome Back!

Masuk ke akun anda

Register Lost your password?