Jual beli hak atas tanah di Indonesia seharusnya dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Hal ini disebabkan keabsahan jual beli yang dilakukan dengan akta PPAT akan mendapatkan kekuatan hukum yang pasti.
Peralihan hak menyebabkan hak atas tanah berpindah atau beralih dari seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan hukum. Peralihan hak atas tanah dapat terjadi karena dua hal, yaitu peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Dalam peristiwa hukum, peralihan hak terjadi karena pewarisan sedangkan di dalam perbuatan hukum terdapat jual-beli, tukar-menukar, hibah serta lelang yang membutuhkan bukti surat dari Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau pejabat lelang, khusus untuk lelang, agar mendapat kepastian hukum.
Bagaimana regulasi peralihan hak atas tanah di Indonesia?
Setiap perbuatan yang dimaksudkan memindahkan Hak Milik atas tanah di atur dengan Peraturan Pemerintah. Hal ini di amanatkan oleh Pasal 26 Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) . Ketentuan pendaftaran tanah di Indonesia diatur dalam UUPA Pasal 19 Jo Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah “Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang selanjutnya diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang berlaku efektif sejak tanggal 8 Oktober 1997 merupakan peraturan pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka recht kadaster. Tujuan dari regulasi tersebut adalah untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah, dengan alat bukti yang dihasilkan pada akhir proses pendaftaran tanah yaitu berupa sertifikat tanah.