Setelah ditelusuri, ternyata chat tersebut berasal dari seorang perawat rumah sakit di Jakarta Utara. Teman-teman perawat dan karyawan yang satu rumah sakit dengannya yang tinggal di kos tersebut juga tidak mendapatkan perpanjangan masa kosnya. Padahal, petugas kesehatan yang menangani pasien COVID-19 pasti menerapkan protokol kesehatan dengan baik.
Dari kejadian di atas, apakah lantas pengucilan tersebut diperkenankan? Bagaimanapun pemerintah menyatakan untuk tetap waspada, apalagi terhadap pasien terjangkit COVID-19. Penularan yang begitu cepat dan mudah patut diwaspadai oleh masyarakat.
Namun, waspada yang diwujudkan harusnya masih menitikberatkan pada sisi kemanusiaan. Pengucilan seperti di atas tidak patut, apalagi terhadap petugas kesehatan yang berperan di garda terdepan pada pandemi COVID-19 ini.
Penyebab terbesar pengucilan tersebut adalah masih kurangnya pengetahuan dan wawasan masyarakat tentang COVID-19. Belum lagi tersedianya media yang canggih berkontribusi untuk mempermudah penyebaran informasi dari satu orang ke orang lainnya, baik informasi benar maupun hoaks.
Padahal telah jelas diatur tentang berita hoaks ini dalam UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU 19/2016). Diperlukan sosialisasi untuk tetap memegang rasa kemanusiaan diatas rasa waspadanya. Tentunya, kemanusiaan ini harus didasari dengan penerapan protokol kesehatan seperti tidak kontak secara langsung dengan pasien COVID-19. Dengan sosialisasi, masyarakat dapat berpikiran terbuka dan lebih memahami segala hal tentang COVID-19.