Dunia kali ini sedang dalam keadaan genting karena pandemi COVID-19 yang tak kunjung mereda. Diawali sejak kasus pertama yang muncul di Tiongkok, tepatnya di kota Wuhan pada akhir 2019, penyebaran virus ini terjadi begitu cepat. Hingga saat ini, pasien terjangkit terus menyebar. Berbagai upaya telah dilakukan baik oleh pihak pemerintah hingga masyarakat untuk menuntaskan masa pandemi ini.
Di tengah kebijakan penanggulangan pandemi, ketakutan, kekhawatiran, hingga duka mendalam bisa perlahan dirasakan oleh masyarakat. Hal ini disebabkan wabah kali ini memberi dampak yang sangat besar bagi kehidupan manusia, dari aspek pendidikan, kesehatan, hingga ekonomi.
Kesehatan merupakan salah satu aspek yang paling terdampak di masa pandemi ini. Bagaimana tidak, wabah kali ini amat mudah dan cepat menyebar. Belum lagi pasien terjangkit dibayang-bayangi dengan risiko paling fatal kematian. Pada akhirnya, muncul tindakan pengucilan kepada pasien dan keluarga pasien yang terjangkit COVID-19. Praktik seperti ini terjadi di beberapa daerah.
Banyak pengakuan dari pasien yang terjangkit seperti Marni, warga Kota Baubau, Sulawesi Tenggara. Dilansir pada laman health.grid.id, sepulangnya ia setelah dinyatakan sembuh dari COVID-19, Marni dikucilkan oleh tetangganya. Lalu, Marni beserta keluarganya harus tinggal di kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Terdapat pula pengusiran terhadap petugas kesehatan di Jakarta dari tempat kosnya. Lantaran, pemilik kos takut terjangkit virus ini yang ditularkan oleh penghuni. Hal ini dijelaskan pada laman health.detik.com, terdapat posting di Twitter berupa tangkap layar dari chat WhatsApp. Dalam chat tersebut, pemilik kos menyatakan tidak perlu memperpanjang masa kosnya karena COVID-19.