Pada saat itu mereka melakukan aksi demonstrasi untuk membebaskan empat warganya yang ditahan di Kodim Jakarta Utara. Serupa dengan kasus Tragedi 1965-1966, Tragedi Tanjung Priok hingga kini juga belum ada tanda-tanda penyelesaian.
Kasus pelanggaran HAM berulang pada tanggal 24 September 1999. Kasus ini menambah deretan kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi di bumi pertiwi, yaitu kasus “Semanggi II”. Tragedi Semanggi sebetulnya merujuk kepada 2 aksi yang berbeda waktu namun memiliki ‘nyawa’ yang sama, yaitu Tragedi Semanggi I (11-13 November 1998( dan Semanggi II (24 September 1999).
Maka, upaya penyelesaian kasus pelanggaran ini dijadikan satu paket oleh Komnas HAM, berbarengan dengan kasus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II. Setidaknya satu orang mahasiswa tewas dan 11 orang lainnya di Jakarta, serta 217 orang terluka. Upaya penyelesaian kasus ini, lagi-lagi, menemui jalan buntu.
Kelamnya penegakan hukum terhadap kejahatan kemanusiaan telah diperparah dengan pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin saat melakukan rapat dengan DPR RI pada tanggal 16 Januari 2020. ST. Burhanudin tanpa beban dengan lantang menyatakan dengan merujuk pada hasil Rapat Paripurna DPR tahun 2001 bahwa Tragedi Semanggi I dan II bukanlah pelanggaran HAM berat.
Lain lagi nasib seorang Munir bin Thalib. Ia adalah aktivis HAM yang mati di bunuh di udara pada perjalanan Munir ke Amsterdam pada tanggal 7 September 2004 yang menjadi perjalanan terakhirnya. Hasil otopsi yang dilakukan oleh tim dari kepolisian Belanda dan Indonesia menemukan bahwa Munir tewas akibat racun arsenik.
Setelah melewati serangkaian proses penegakan hukum baik dari kepolisian dan kejaksaan, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 12 Desember 2005 memutus Pollycarpus (seorang pilot maskapai Garuda) hukuman 14 tahun penjara karena terbukti secara meyakinkan telah melakukan pembunuhan berencana. Kini sang terpidana pembunuhan telah menghirup udara bebas, walaupun kasusnya masih menyisahkan banyak misteri.
Banyak kalangan yang percaya bahwa Pollycarpus bukanlah aktor utama dalam peran pembunuhan ini. Kini, kasus Munir telah memasuki masa kadaluwarsa, Negara belum juga mampu untuk menemukan aktor intelektual dibalik pembunuhan Munir.