Kesejahteraan masyarakat yang belum merata antara pusat dan daerah, tingkat kemiskinan yang masih tinggi dan negara maju yang memperlihatkan segala kesenangan, gaji yang tinggi dan fasilitas yang memadai menjadi faktor penyebab masyarakat miskin dan kurang berpengetahuan berani mengambil keputusan tanpa berpikir panjang memilih menjadi pekerja migran entah itu legal atau ilegal. Beruntunglah bagi mereka yang menjadi pekerja migran legal, lalu bagaimana nasib para pekerja migran ilegal?
International Organization for Migration (IOM) melaporkan pada tahun 2015-2017 jumlah korban perdagangan orang di Indonesia mencapai 8876 orang (Indonesian.iom, 2018). Jumlah tertinggi korban perdagangan orang adalah perempuan.
Modus perdagangan orang ini berawal dari pengiriman TKI secara ilegal ke luar negeri. Para pekerja ilegal ini akan menjadi pekerja paksa, dan korban perdagangan seks. Lalu kebijakan apa yang telah diambil oleh pemerintah untuk menangani kasus perbudakan modern (modern slavery) ini?
Pada 2007, pemerintah mengeluarkan UU 21/2007 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Perdagangan Orang. Di dalamnya memuat ketentuan terkait perlidungan hak korban dengan adanya restitusi (ganti rugi) atas penderitaan fisik dan psikis yang dialami korban.
Apakah restitusi yang dijatuhkan sudah mampu mengobati dan membayar segala penderitaan yang dialami atas hak-hak yang pernah direnggut dari korban, inilah yang harus kita pahami. Dalam pemberian restitusi kepada korban perdagangan orang merupakan suatu bentuk perlindungan hukum.
Pada praktiknya, tidak adanya mekanisme pemberian restitusi dan cara perhintungan yang dipakai sebagai alat ukur bagi hakim dalam menjatuhkan restitusi untuk korban perdagangan orang. Seringkali korban maupun pengak hukum mengalami kesulitan daam hal pembuktian dan menghiung jumlah kerugian yang dialami korban (Takariawan, Agus dkk, 2018).