Pidato pelantikan Presiden Jokowi menyebutkan lima prioritas pemerintah pada periode kedua kepemimpinanya (2019-2024), yaitu pembangunan SDM, pembangunan infrastruktur, penyederhanaan regulasi, penyederhanaan birokrasi, dan transformasi ekonomi. Salah satu cara yang akan ditempuh untuk mewujudkan prioritas ketiga adalah menyusun omnibus law, yang dijelaskan oleh Presiden sebagai undang-undang yang sekaligus merevisi beberapa puluhan undang-undang.
Presiden Jokowi menyatakan bahwa ada dua omnibus law yang akan disusun, yakni Omnibus Law Cipta Kerja dan Omnibus Law Pemberdayaan UMKM. Dalam berbagai kesempatan lainnya, Presiden Jokowi menyatakan bahwa omnibus law diperlukan untuk mempercepat penerbitan regulasi yang mendorong kemudahan investasi.
Omnibus Law dan Lingkungan Hidup
Omnibus law merupakan sebuah undang-undang yang mengatur berbagai macam materi muatan, baik yang saling berkaitan langsung maupun tidak langsung, demi mencapai suatu tujuan tertentu. Untuk mencapai tujuan tersebut, materi omnibus law umumnya akan sekaligus memperjelas kewenangan dan koordinasi antar instansi, memperbaiki kesalahan atau inkonsistensi peraturan yang sudah ada, atau mengubah peraturan yang tidak kontroversial dan tidak kompleks.
RUU Cipta Kerja memuat perubahan dan penghapusan terkait pasal-pasal yang meregulasi pengelolaan lingkungan sebagai suatu hal yang menjadi tanggung jawab dalam menjalankan kegiatan usaha. Dalam menjalankan suatu usaha, tentulah akan menghasilkan limbah dari sisa-sisa produksi. Limbah tersebut berpotensi mengganggu masyarakat dalam menghadapi kehidupan yang layak dari segi lingkungan hidup.
[rml_read_more]
Hak untuk mendapat lingkungan hidup yang layak diatur dalam Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945.
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”
Selanjutnya, dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) menjawab tantangan tersebut dengan meregulasi birokrasi yang mampu melindungi hak setiap orang untuk mendapat lingkungan hidup yang layak.
Perubahan Perlindungan Lingkungan Hidup dalam RUU Cipta Kerja
RUU Cipta kerja memuat perubahan dan penghapusan pasal-pasal pengelolaan lingkungan, yang menjadi tanggung jawab dalam menjalankan kegiatan atau usaha. RUU Cipta kerja mencoba menyederhanakan segala perizinan yang ada dalam melaksanakan kegiatan atau usaha yang mempunyai dampak pada lingkungan.
Debirokratisasi ini sangatlah dikhawatirkan, menimbulkan banyaknya oknum menyepelekan atau bahkan mencurangi beberapa prosedur yang ada. Prosedur tersebut antara lain seperti analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), izin lingkungan, dan UKL-UPL. Hal ini juga merupakan akibat perubahan sistematika pendekatan berbasis regulasi (license approach) menjadi pendekatan berbasis risiko (risk-based approach) karena pendekatan berbasis regulasi dipandang Pemerintah membebani kegiatan usaha dan membuat proses bisnis menjadi tidak efektif dan efisien.
Izin Lingkungan Tak Lagi Syarat Penerbitan Izin Usaha
Salah satu perubahan yang dimuat dalam RUU Cipta Kerja adalah penghapusan izin lingkungan. Merujuk pada UU PPLH, izin lingkungan merupakan prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Izin lingkungan dalam RUU Cipta Kerja diganti dengan persetujuan lingkungan. Dalam RUU Cipta Kerja disebutkan yang dimaksud dengan persetujuan lingkungan adalah Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dalam prosesnya, baik kegiatan wajib amdal atau UKL-UPL disederhanakan. Apabila pada UU PPLH kriteria kegiatan wajib amdal ditentukan kriterianya dengan cukup jelas, RUU Cipta Kerja mengaturnya secara abstrak tanpa kriteria. Penghapusan Izin Lingkungan dalam RUU Cipta Kerja tidak sesuai dengan sistem pengaturan pengelolaan lingkungan hidup dan berpotensi menimbulkan berbagai masalah.
Pertama, tanpa izin lingkungan, pemerintah akan kesulitan melakukan pengawasan dan menegakan hukum. Apabila izin lingkungan dihilangkan, birokrasi untuk melakukan pengawasan berpotensi lebih rumit dan tidak terkoordinasi. Oleh karena itu, izin lingkungan penting untuk memastikan agar lingkungan hidup dan sumber daya alam dikelola secara berkeberlanjutan untuk memastikan keberlangsungan investasi jangka panjang.
Kedua, dihapusnya izin lingkungan akan berdampak pada berkurangnya kesempatan bagi masyarakat untuk menganulir atau mengoreksi keputusan yang melanggar hukum yang berkaitan dengan aspek lingkungan hidup. Meniadakan izin lingkungan berarti mengurangi kesempatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan sebuah kegiatan.