Pembahasan
Banyaknya isu mengenai kelompok Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) di media massa semakin merebak. Adanya beberapa pihak mendukung dan ada yang menolak keberadaan mereka bahkan tidak sedikit atas beberapa pendapat tersebut yang mengakibatkan timbulnya perdebatan yang mengemukan tentang hak asasi manusia. Menurut Undang-Undang No 39 Tahun 1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
HAM adalah hak dasar yang melekat pada setiap individu sejak dilahirkan kemuka bumi dan bukan merupakan pemberian manusia atau negara yang wajib dilindungi oleh negara. Berdasarkan definisi diatas terliht bagaimana posisi HAM dengan hukum yang dibuat oleh negara. Keberadaan HAM mendahului hukum dengan kata lain bahwa hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat pada diri manusia sepanjang hidupnya sebagai anugrah Tuhan, bersifat universal dan harus dilindungi secara hukum atau HAM diformalkan kedalam seperangkat aturan hukum yang ada. Dari posisi tersebut, hukum menjadi condition sine qua non dalam penegakan HAM, lengkapnya instrumen hukum tentang HAM menjadi salah satu sumber human right law yang menunggu langkah politik pemimpin dunia dan pemimpin negara untuk menegakkannya (Mieilanny Budiarti Santoso:2020).
Bagi sebagian orang yang mendukung adanya kelompok LGBT ini, mereka menggunakan HAM sebagai pelindung mereka yang diatur dalam UUD RI Tahun 1945 Pasal 28 E:
(1). Setiap orang berhak memeluk agamanya dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali.
(2). Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dangan hati nuraninya.
Dengan demikian, setiap individu bebas dan berhak atas haknya masing-masing, dan kelompok ini hanya ingin menuntut hak-haknya saja. Saat ini, semakin banyak orang yang secara terbuka mengekspresikan orientasi seksual mereka dan menuntut hak-hak mereka. Berkat kinerja para pelaku dan pendukung- pendukungnya, penerimaan hak LGBT di seluruh dunia semakin meningkat. Pembatasan-pembatasan HAM memungkinkan demi penghormatan kepada hak asasi manusia oleh karenanya Negara hadir dalam melakukan batasan-batasan tersebut untuk kepentingan bangsa. Hak asasi manusia tidak bisa dijadikan kedok untuk menganggu hak orang lain atau kepentingan publik.
Tidak ada argument yang relevan untuk menghapus larangan pernikahan sesama jenis dengan dasar penghapusan diskriminasi. Menurut penulis, Gay dan lesbian bukanlah kodrat manusia melainkan penyakit sehingga tidak relevan mempertahankan kemauan mereka yakni legalisasi pernikahan sesama jenis atas dasar persamaan. Persamaan diberlakukan dalam hal pelayanan terhadap orang yang berbeda suku, warna kulit, dan hal lain yang diterima di masyarakat. Gay dan lesbian perlu diobati agar normal kembali sehingga tidak merusak masyarakat dan oleh karenanya kewajiban negara untuk mengobati mereka bukan melestarikannya. (Fatimah Asyari:2017)
Dalam peraturan perundang-undangan telah ditetapkan pembatasan bahwasanya pernikahan yang diakui adalah pernikahan yang dilangsungkan secara sah yang tercantum dalam Pasal 28B UUD NRI 1945 “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.” Pernikahan dianggap sah jika dilaksanakan berdasarkan ketentuan agama, dan pernikahan adalah dilakukan oleh seorang pria dan wanita (UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974).