Dari sembilan bentuk KSBO yang pernah ditangani oleh LBH APIK Jakarta, masih ada tujuh bentuk yang belum bisa terakomodir melalui UU TPKS, yakni Pembuatan Materi/Informasi Elektronik yang bernuansa seksual tanpa dikehendaki, Modifikasi materi/informasi yang bernuansa seksual, Penjualan materi/informasi elektronik yang bernuansa seksual, Pelecehan Seksual, Eksploitasi Seksual dan Perundungan Seksual berbasis elektronik.
Senada dengan LBH APIK Jakarta, dari empat belas bentuk KBGO yang diidentifikasi SAFEnet sepanjang 2021, bentuk seperti morphing (pengeditan/modifikasi) informasi/dokumen elektronik menjadi yang bermuatan seksual; atau doxing (penyebaran data pribadi) dengan nuansa atau muatan seksual; atau phishing (upaya rekaya sosial untuk mendapatkan data pribadi atau yang informasi yang sensitif) untuk tujuan melakukan kekerasan seksual belum terakomodir melalui pasal tersebut.
Padahal UU TPKS hadir dalam rangka memberikan jaminan pencegahan, pelindungan, akses keadilan, dan pemulihan, serta pemenuhan hak-hak korban secara komprehensif yang selama ini tidak pernah didapatkan.
Terlebih lagi, kerangka hukum yang ada hingga saat ini masih belum berpihak kepada korban, terutama ditemukan pengaturan yang terbatas dalam perundang-undangan mengenai KSBO, yang cenderung berpotensi mengkriminalisasi korban, misalnya pasal 27 ayat (1) jo. 45 UU ITE tentang larangan distribusi, transmisi dan dapat membuat diakses muatan kesusilaan.
Belum adanya pasal pengakuan (bridging article) dalam UU TPKS yang menjamin tindak pidana KSBE wajib diproses dengan UU TPKS dan bukan pasal 27 ayat (1) UU ITE membuat pelindungan bagi kelompok rentan tidak akan optimal.
Oleh karena itu, pemerintah pusat perlu membuat aturan teknis pelaksana UU TPKS dengan memperhatikan upaya pelindungan korban dan/atau pelapor dari tuntutan pidana atau gugatan perdata atas Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang telah dilaporkan, Pemerintah dan DPR juga perlu merevisi pasal 27 ayat (1) jo. 45 UU ITE ataupun pasal UU ITE lainnya yang dapat mengkriminalisasi korban kekerasan seksual sebagai bentuk harmonisasi dalam UU TPKS, Pemerintah Pusat dan DPR juga perlu melakukan harmonisasi seluruh peraturan perundang-undangan yang berkaitan tentang kekerasan seksual yang tersebar di luar UU TPKS dengan menjamin hak korban dan ragam jenis, cara, modus dan tujuannya sama didalam UU TPKS.