Sederhananya, Warisan Budaya Takbenda adalah seperangkat praktik berbasis komunitas yang bersifat tradisional, masa kini ini, dan hidup di mana anggota kelompok budaya yang beragam berpartisipasi, dengan inklusivitas, representatif, dan dilestarikan secara terus menerus oleh komunitas tertentu. Konvensi tersebut mengatur pelestarian pada dua sistem; sistem pada lingkup nasional dan internasional.
Pertama, pelestarian pada lingkup nasional berkaitan dengan peran Negara Pihak. Berdasarkan Pasal 11 dari Konvensi, setiap Negara harus mengambil langkah-langkah yang tepat untuk melestarikan Warisan Budaya Takbendadi wilayahnya, serta mengidentifikasi dan mendefinisikan berbagai elemen Warisan Budaya Takbenda dengan keterlibatan masyarakat, kelompok, dan organisasi non-pemerintah. Konvensi juga mengatur bahwa negara-negara pihak harus menyediakan inventarisasi Warisan Budaya Takbenda, langkah-langkah untuk pelestarian, pendidikan, peningkatan kesadaran dan pengembangan kapasitas serta partisipasi masyarakat, kelompok dan individu pada warisan yang dilestarikan yang dijabarkan pada Bagian III dari Konvensi.
Kedua, Di tingkat internasional, upaya pelestarian tersebut diprakarsai dengan baik oleh organ yang disebut “Komite Antar Pemerintah”, yang menurut Pasal 7 dari Konvensi, memiliki fugsi untuk memberikan pedoman tentang best practices, dan membuat rekomendasi tentang langkah-langkah untuk pelestarian Warisan Budaya Takbenda. Komite selanjutnya memeriksa permintaan yang diajukan oleh Negara-negara Pihak untuk pencantuman Warisan Budaya Takbenda pada Daftar, hal demikian lebih lanjut diatur pada Bagian IV dari Konvensi.
Legitimasi atas klaim Indonesia dan Malaysia
Hal terpenting untuk dipahami mengenai klaim Warisan Budaya Takbenda di bawah kerangka UNESCO adalah bahwa sebuah klaim yang dibuat oleh suatu negara tidak akan mencederai klaim negara lain. Mengingat Pasal 11 Konvensi, hal ini disebabkan oleh adanya sistem bahwa klaim didasarkan pada pelestarian Warisan Budaya Takbenda yang hidup di wilayah suatu negara.
Tidak dapat dipungkiri bahwa Songket memiliki pelestarian dengan lingkup geografis yang cukup luas, termasuk di Indonesia dan Malaysia. Sebelumnya, Pemerintah Malaysia, dalam proposalnya yang diterima pada 7 Oktober 2020, menyatakan bahwa:
“Songket dapat ditemukan di Malaysia, Indonesia, Thailand, Filipina dan Brunei. Komunitas penghasil Songket di Malaysia sebagian besar berada di negara bagian Kelantan, Terengganu, Pahang, Johor, Melaka dan Sarawak.”
Terkait dengan pernyataan tersebut, Malaysia sangat menyadari pelestarian Songket di berbagai negara dan tidak berniat untuk menorehkan kepemilikan secara tunggal.