Bulan ini, Songket, Warisan Budaya Takbenda yang diusulkan Malaysia, secara resmi dimasukkan dalam Daftar UNESCO. Menyusul klaim tersebut, dikutip oleh beberapa media masa Indonesia dan tanggapan masyarakat luas mengungkapkan kekecewaannya, mengingat keberadaan kain tenun tersebut secara konsisten dilestarikan pula di Indonesia.
Berdasarkan situasi tersebut, penulis ingin mengelaborasi topik ini lebih lanjut karena tampaknya masyarakat memiliki kesalahpahaman tertentu tentang sistem pada Daftar UNESCO, yang mana, adanya klaim tersebut sebenarnya tidak akan menimbulkan masalah terhadap Indonesia. Artikel ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai permasalahan tersebut dengan memahami dua sudut pandang mengenai pelestarian Songket, sistem Daftar Warisan Budaya Takbenda UNESCO, dan legitimasi atas klaim Indonesia dan Malaysia.
Pelestarian Songket
UNESCO secara resmi menjelaskan bahwa Songket adalah kain tenun tradisional Malaysia yang diproduksi oleh wanita yang memiliki lingkup geografis di Semenanjung Malaya dan Sarawak. Istilah Songket mengacu pada proses tenun hiasan kain, yang melibatkan menenun benang emas atau perak di antara benang yang diposisikan sebagai latar belakang anyaman. Hasilnya adalah benang residual tampak timbul di atas latar belakang anyaman yang berwarna-warni yang memberikan efek ornamen. Untuk menenun Songket, digunakan sebuah alat bernama kek, alat tenun tradisional dengan dua pedal. Produk akhir adalah kain halus yang dibuat oleh pengrajin terampil selama berbulan-bulan dengan hasil tenunan yang sangat indah.
Di sisi lain, menurut Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, Songket kurang lebih identikal dengan Songket sebagaimana klaim Malaysia. Asal usul warisan budaya ini dapat ditelusuri kembali ke zaman Kerajaan Sriwijaya. Pembuat Songket terkenal di Indonesia berbasis di Palembang, Bali, dan Lombok, yang memberikan contoh bahwa warisan budaya ini terpelihara dengan baik. Dalam upacara adat, kain songket sering digunakan sebagai pelengkap hiasan pakaian. Motif, merupakan unsur unik yang membedakan Songket berdasarkan lokasi pembuatannya di Indonesia. Saat ini terdapat 71 motif Songket Indonesia asli Sumatera Selatan, serta ratusan motif lainnya dari seluruh Indonesia.
Daftar Warisan Budaya Takbenda UNESCO
UNESCO membentuk Daftar Warisan Budaya Takbenda ketika Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Takbenda 2003 (selanjutnya disebut dengan Konvensi) mulai berlaku pada tahun 2008 dengan misi mempromosikan pelestarian dan pemahaman yang lebih baik tentang Warisan Budaya Takbenda di seluruh dunia. Berdasarkan Pasal 2 Konvensi, Warisan Budaya Takbenda didefinisikan sebagai:
“. . . praktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, keterampilan – serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya – yang diakui oleh komunitas, kelompok, dan dalam beberapa kasus, individu sebagai bagian dari warisan budaya. Warisan Budaya Takbenda ini, yang diturunkan dari generasi ke generasi, terus-menerus diciptakan kembali oleh komunitas dan kelompok sebagai tanggapan terhadap lingkungan, interaksi dengan alam dan sejarah, dan memberi rasa identitas dan kesinambungan, sehingga mempromosikan penghormatan terhadap keragaman budaya dan budaya. kreativitas manusia. . .”
Sederhananya, Warisan Budaya Takbenda adalah seperangkat praktik berbasis komunitas yang bersifat tradisional, masa kini ini, dan hidup di mana anggota kelompok budaya yang beragam berpartisipasi, dengan inklusivitas, representatif, dan dilestarikan secara terus menerus oleh komunitas tertentu. Konvensi tersebut mengatur pelestarian pada dua sistem; sistem pada lingkup nasional dan internasional.
Pertama, pelestarian pada lingkup nasional berkaitan dengan peran Negara Pihak. Berdasarkan Pasal 11 dari Konvensi, setiap Negara harus mengambil langkah-langkah yang tepat untuk melestarikan Warisan Budaya Takbendadi wilayahnya, serta mengidentifikasi dan mendefinisikan berbagai elemen Warisan Budaya Takbenda dengan keterlibatan masyarakat, kelompok, dan organisasi non-pemerintah. Konvensi juga mengatur bahwa negara-negara pihak harus menyediakan inventarisasi Warisan Budaya Takbenda, langkah-langkah untuk pelestarian, pendidikan, peningkatan kesadaran dan pengembangan kapasitas serta partisipasi masyarakat, kelompok dan individu pada warisan yang dilestarikan yang dijabarkan pada Bagian III dari Konvensi.
Kedua, Di tingkat internasional, upaya pelestarian tersebut diprakarsai dengan baik oleh organ yang disebut “Komite Antar Pemerintah”, yang menurut Pasal 7 dari Konvensi, memiliki fugsi untuk memberikan pedoman tentang best practices, dan membuat rekomendasi tentang langkah-langkah untuk pelestarian Warisan Budaya Takbenda. Komite selanjutnya memeriksa permintaan yang diajukan oleh Negara-negara Pihak untuk pencantuman Warisan Budaya Takbenda pada Daftar, hal demikian lebih lanjut diatur pada Bagian IV dari Konvensi.
Legitimasi atas klaim Indonesia dan Malaysia
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.