Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Zaenur Rohman mengatakan, sanksi yang diberikan kepada Firli sangat ringan. Ia menuturkan, Firli seharusnya mendapatkan sanksi yang lebih berat lantaran melakukan gaya hidup mewah. Mengenai atas pelanggaran yang dilakukan Firli, Zaenur mengatakan, Firli tidak saja melanggar Perdewas Nomor 2 Tahun 2020 yang menyangkut larangan terhadap insan KPK untuk bergaya hidup hedon, melainkan tindakan Firli juga bertentangan dengan nilai-nilai yang selama ini dijunjung KPK. Dan jika Firli melakukan gaya hidup mewah, ia dinilai mencederai nilai yang selama ini dijunjung oleh KPK dan juga dikampayekan ke semua pihak.
Di dalam kasus ini Firli Bahuri selaku Ketua Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) dilarang melakukan kasus yang serupa selama kurun waktu 6 bulan. Dan jika Firli Bahuri melakukan pelanggaran yang sama kurang dari kurun waktu 6 bulan yang telah ditentukan ini maka Firli akan mendapatkan sanksi yang lebih berat berupa sanki kategori sedang. Keputusan ini merupakan tindak lanjut dari laporan Masyarakat Anti Korupsi (MAKI).
Penutup
Di dalam hal ini selaku pegawai Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) diharapkan harus lebih berhati-hati untuk menjaga amanat dan kepercayaan masyarakat dan juga untuk tetap menjaga integritas yang telah diemban sedari awal oleh KPK. Serta Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) perlu terus untuk mengupayakan perilaku pengembangan yang sesuai dengan nilai-nilai dasar, kode etik, dan pedoman perilaku agar selalu sesuai dengan tuntutan perkembangan tugas, wewenang dan fungsi dari Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) itu sendiri. Dengan adanya putusan ini berharap dapat melecut dan memacu untuk lebih keras lagi bekerja di KPK dalam memberantas korupsi di negeri ini. Serta Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) diharapkan memberi keteladanan yang baik terhadap segala intasi untuk tidak melanggar kode etik yang berlaku.
Baca juga: