Pola penanganan pemerintah terhadap kebebasan para jurnalis asing ini untuk meliput Papua sesungguhnya merugikan. Para jurnalis hanya memperoleh informasi sepihak berdasarkan isu-isu yang ada di Papua. Akan lebih baik membiarkan mereka masuk dan memperoleh informasi yang sebenanrnya dan menggambarkan keadaan yang sesungguhnya.
Tak hanya jurnalis asing yang mengalami hambatan poara wartawan lokal juga sering mengalami masalah dan hambatan dalam berbagai bentuk salah satunya yakni bentuk intimidasi. Adapun kasus kematian jurnalis Merauke TV Ardiansyah Matra’is di Sungai Maro, Merauke Juli 2010 yang masih belum diketahui. Catatan LBH Pers menunjukkan bahwa masih adanya kekerasan dan pembatasan kebebasan pers di papua setidaknya dalam kurung waktu lima tahun terakhir.
Kekerasan dan intimidasi terhadap para wartawan di Papua tiada hentinya. Kekerasan bukan hanya dari masyarakat, namun juga oleh aparat keamanan. Seperti kasus yang dialami oleh fotografer situs berita lokal Wenda, yang ditangkap dan dianiaya oleh aparat keamanan saat sedang meliput aksi demonstrasi Komite Nasional Papua Barat di Sentani. Ia ditahan selama empat jam dan dipukul dengan tongkat dan pistol.
Tak hanya itu, para wartawan yang meliput berita mengalami penyerangan dan penangkapan oleh aparat keamanan. Mereka ditanyai apakah wartawan bekerja sebagai wartawan atau aktivis pro-kemerdekaan.
Kecurigaan-kecurigaan itu yang membuat para wartawan mengalam kesulitan. Mereka alih-alih mendapatkan informasi mengenai peristiwa yang sedang terjadi. Mereka ditangkap saat meliput berita.
Seharusnya pemerintah memberikan perlindungan kepada para wartawan pers sesuai Undang-Undang No 40 Tahun 1999 tentang kebebasan Pers. Perlindungan ini agar mereka mendapatkan informasi faktual untuk menghindari hoaks yang dapat menjadi permasalahan berkepanjangan. Mereka juga terhindar dari kekerasan serta intimidasi dari masyarakat lokal maupun aparat kemanan. Kebebasan pers mereka berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum. Perlindungan hukum ini merupakan wujud pemenuhan dari hak-hak pers dan masyarakat dalam hal penyampaian dan perolehan informasi.
Jurnalis tidak hanya mendapatkan perlakuan intimidasi oleh aparat keamanan. Mereka juga diteror, bahkan dibungkam lewat pemblokiran akses internet di papua dan Papua Barat pada pertengahan bulan Agustus 2019 lalu oleh Pemerintah. Konsekuensinya, para jurnalis tidak dapat bekerja optimal untuk memverifikasi fakta-fakta di lapangan.