Tampaknya kini suasana mencekam dan berkabut bukan hanya terdapat pada Thread Cerita ”KKN di Desa Penari” di twitter saja. Namun masyarakat Riau dan sekitarnya kini merasakan hal serupa dan justru lebih parah!
Kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan (KLK) menetapkan Kebakaran di Riau ini sebagai prioritas yang perlu ditangani segera dalam tahun ini. Sebagaimana dilansir dari berbagai media online, Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Riau, luas lahan yang terbakar mencapai 996 hektare dan meningkat lebih dari 100 hektare dalam waktu kurang dari sepekan. Terlebih pula, setidaknya ada 151.862 titik kebakaran hutan di Indonesia. Hal ini barangtentu bukan masalah yang main-main untuk ditangani oleh negara.
Dampak Kebakaran Hutan Parah!
Berbagai dampak dirasakan oleh masyarakat di Kepulauan Riau, Palembang, Jambi, Banjarmasin, hingga negara tetangga Malaysia yang turut terselimuti kabut asap. Aktivitas ekonomi masyarakat menjadi terhambat, bandara udara lumpuh, bahkan kegiatan belajar-mengajar diliburkan. Terlebih pula kerugian lain yang tidak teridentifikasi termasuk kerugian sosial dan immateril dipastikan lebih luas dari yang diperhitungkan. Dampak kabut asap terhadap kesehatan juga sangat serius, penyakit infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) menyerang lebih dari 529.527 orang, serta merenggut banyak korban jiwa. Seperti salahsatunya pada provinsi Sumatera selatan seorang bayi usia 4 bulan meninggal akibat terpapar kabut asap.
Penyikapan terhadap Kebakaran Hutan dan Lahan
Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) memanglah menempati urutan teratas menegenai permasalahan lingkungan dari tahun ke tahun. Pemerintah sendiri sudah melakukan ratifikasi terhadap perjanjian Agreement on Haze Pollution (AHP) pada tahun 2012 dan 2015. Dengan demikian maka Indonesia sudah masuk dalam perjanjian itu (Salah satu inti dari perjanjian tersebut dalam pasal 9 adalah pengendalian karhutla yang berpotensi menimbulkan pencemaran lintas batas. Salah satu upayanya dengan mengedepankan mekanisme hukum nasional). Namun sejauh ini masih sangatlah nampak sekali bahwa penanggulangan permasalahan ini lemah dari sisi penegakan hukum serta pengawasannya.
Dalam menyikapi persoalan Kebakaran hutan dan lahan ini atau biasa disebut Kebakaran Bentang Alam (Landscape Fire) perlu paham betul mengenai kondisi di lapangan (ground check). Penyebab dari kebakaran hutan dan lahan di Riau sejauh ini memang belum dapat dipastikan merupakan ulah manusia atau alam. Namun Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menyegel 42 perusahaan di lima provinsi. Hal itu dilakukan setelah melakukan pengawasan dan pemantauan di lima provinsi sejak Juli-Agustus lalu. Mengapa perusahaan disegel?
Perusahaan yang disegel tersebut diduga sebagai penyebab kebakaran hutan dan lahan. Perusahaan tersebut terindikasi telah melakukan praktik “nakal” dalam melakukan land clearing dengan memanfaatkan musim kemarau.
Lalu sebetulnya, apa saja upaya hukum yang dapat dilakukan oleh negara terhadap Perusahaan pembakar hutan?
Ada beberapa upaya hukum yang dapat ditempuh oleh negara dalam rangka penegakan hukum terhadap perusahaan pembakar hutan. Diantaranya adalah :
-
Gugatan perdata yang berujung pada denda.
Dalam hal ini, tuntutan secara perdata dapat dilayangkan jika ada tindak pidana (pembakaran hutan dan lahan) yang terbukti dilakukan korporasi. Tuntutan secara perdata ini dapat dilakukan oleh Kejaksaan yang berperan sebagai Jaksa Pengacara Negara (JPN) melawan perusahaan pembakar hutan. Namun perlu disertai Surat Kuasa Khusus yang diberikan oleh Kementerian terkait pada Kejaksaan terlebih dahulu.
Tuntutan perdata dilayangkan jika ada dampak tidak langsung dari sebuah tindak kejahatan. Dalam kasus kebakaran hutan, jika masyarakat merasa terganggu kesehatan dan aktivitas sehari-harinya karena itu, maka gugatan perdata dapat dilayangkan kepada tersangka yang membakar hutan terkait. Dalam hal ini, perusahaan berkewajiban untuk membayar denda sejumlah yang dilayangkan oleh pengguggat.