Pengaturan donation-based crowdfunding di Indonesia masih mengacu UU Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang dan Barang dan PP Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan. Kedua peraturan ini sama-sama tidak menyebutkan secara tegas bentuk badan usaha atau organisasi yang diperbolehkan untuk melakukan kegiatan pengumpulan sumbangan uang atau barang. Bahkan keduanya hanya menyebutnya sebagai organisasi kemasyarakatan atau ormas.
Keberadaan ormas diatur pada UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Secara kelembagaan, bentuk ormas diatur pada Pasal 10 ayat (1), baik yang berbadan hukum maupun tidak. Bentuk badan hukum ormas diatur lebih lanjut pada Pasal 11 ayat (2) dengan bentuk sebagai perkumpulan atau yayasan.
Keberadaan yayasan itu sendiri diatur pada UU Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU Nomor 16 tahun 2001 tentang Yayasan. Yayasan sesungguhnya adalah badan hukum yang memiliki tujuan non-profit/nirlaba, sehingga tidak tergolong sebagai badan usaha atau perusahaan. Namun, Pasal 3 ayat (1) UU Yayasan menyatakan yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya.
Untuk pengendalian pengumpulan sumbangan yang akuntabel sesuai peraturan perundang-undangan, langkah-langkah pengawasan yang dilakukan bersifat preventif dan represif. Pengawasan preventif dan represif ini diamanatkan oleh Pasal 2 ayat (1) UU Pengumpulan Uang dan Barang. Pengawasan secara preventif maupun represif dilaksanakan oleh Kementerian Sosial. Tambahan pada pengawasan represif, Kepolisian dapat turut andil.