Mengacu pada kedua ketentuan tersebut, seharusnya tanpa memandang bulu entah menggunakan kartu BPJS ataupun menggunakan dana pribadi ketika PASIEN dalam keadaan darurat, maka seketika itu Rumah Sakit wajib menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya memberikan pertolongan sesuai dengan misi dan spirit dari didirikannya rumah sakit tersebut yaitu untuk pelayanan kesehatan masyarakat.
Oleh karenanya, atas kasus yang menimpa Alm. Debora bayi pasangan Henny dan Rudi LBH AMIN mengambil sikap sebagai beriku:
- Kami menyayangkan dan mengecam kebijakan Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres yang telah menolak memberikan pelayanan medis terhadap bayi Debora dikarenakan ketidaksanggupan orang tuanya yang tidak dapat membayar uang muka biaya pengobatan. Seharusnya apabila Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres melaksanakan ketentuan hukum yang berlaku maka berdasarkan Pasal-Pasal yang telah kami tuliskan diatas, jelas setiap RUMAH SAKIT mempunyai KEWAJIBAN untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa Pasien dan pencegahan pencatatan terlebih dahulu.
- Terhadap para pelaku yang didalamnya, baik management Rumah Sakit ataupun tenaga AHLI yang berperan di dalam kejadian tersebut untuk dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya di mata Hukum, terkhusus tenaga AHLI yang terlibat dikarenakan dalam Kode Etik Kedokteran Pasal 7D dikatakan bahwa SETIAP DOKTER HARUS SENANTIASA MENGINGAT AKAN KEWAJIBANYA MELINDUNGI HIDUP MAKHLUK INSANI;
- Pemerintah wajib bertindak tegas memberikan sanksi kepada Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres untuk menjadi pelajaran berharga bagi Rumah Sakit lainnya agar kedepannya tidak hanya mengejar dan mengedepankan kepentingan bisnis dan keuntungan semata, tetapi mengedepankan tugas dan tanggung jawab sosial Rumah Sakit untuk memberikan pelayanan kesehatan dan penyelamatan nyawa pasien dalam keadaan genting dan gawat darurat;
- LBH AMIN juga mendesak pihak Kepolisian untuk mengusut tuntas dan segera melakukan penyidikan terkait kasus ini, sehingga setiap pihak yang bersalah dan terbukti melakukan pelanggaran hukum agar dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
- Atas kepergian Alm. Debora, kami mengucapkan turut Berduka Cita yang sedalam-dalamnya kepada keluarga yang ditinggalkan dan kami pun akan berkomitmen mengawal kasus ini agar terus berjalan sesuai dengan aturan yang ada dan sampai terciptanya Keadilan bagi keluarga korban.
Upaya Hukum Meminta Pertanggungjawaban Bagi Pasien/Keluarga Pasien Kepada Rumah Sakit
Semoga kasus ini akan menjadi pembelajaran kita bersama dan dalam kesempatan kali ini LBH AMIN ingin memberikan informasi mengenai Upaya hukum yang dapat diambil oleh Pasien/Keluarga Pasein bilamana kasus ini kembali terjadi nantinya. Pasal 32 huruf Q Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
“Setiap pasien mempunyai hak: menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana;”. (dalam pasal ini pasien diberikan hak dan kesempatan untuk mempertahankan segala hak-haknya bilamana atas kebijakanya rumah sakit menimbulkan kerugian bagi Pasienya, Pasal inilah yang menjadi Jaminan untuk Pasien dapat melakukan Upaya Hukum). Upaya Hukum dapat dibagi menjadi dua, yakni:
Pertama: Upaya Hukum Perdata, Pasien dapat mengajuukan gugatan ke Pengadilan mengenai Perbuatan Melawan Hukum, dan atau Pasien dapat menyelesaikan permasalahan nantinya melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen terhadap Rumah Sakit yang mengakibatkan kerugian terhadap Pasien.
Kedua: Upaya Hukum Pidana, atas timbulnya kerugian terhadap Pasien, Pasien dapat membuat laporan kepolisian yang ditujukan kepada Pimpinan/ Management Rumah Sakit dan atau tenaga kesehatanya karna atas perbuatanya telah menimbulkan kerugian. Pasal 32 ayat 2 menyatakan bahwa “Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka” Selain itu, dalam Pasal 190 ayat 1 juga menyatakan “Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).” Selanjutnya, Pasal 190 ayat 2 “Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.
Demikianlah sikap kami terhadap kasus yang menimpa bayi mungil, Alm. Debora. pada kesempatan ini kami LBH. AMIN MEMINTA dan atau MENGHIMBAU kepada seluruh masyarakat agar turut serta secara aktif untuk mesosialisasikan uraian ini agar dapat membantu memberikan edukasi tambahan kepada segala masyarakat terkhusus masyarakat yang mempunya keterbatasan dan agar nantinya kasus-kasus seperti ini tidak lagi menimpa masyarakat Indonesia untuk kedepannya.