Parameter utama legislasi di Indonesia secara umum yang mengatur mengenai saksi, termasuk hak dan perlindungannya. Sampai sekarang ini hukum yang berlaku berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan peraturan-peraturan lain di bawahnya. KUHAP menjadi payung dari seluruh hukum acara pidana di Indonesia yang pertama kali mengatur tentang saksi dan hak-haknya yang akan diperoleh oleh saksi.
Definisi saksi dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 26 KUHAP, yaitu seseorang yang bisa memberikan suatu keterangan guna kepentingan proses penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, lihat sendiri, dan alami sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diambil beberapa kesimpulan yang merupakan syarat-syarat dari saksi, di antaranya:
- Orang yang melihat atau menyaksikan dengan mata kepala sendiri suatu tindak pidana.
- Orang yang mendengar sendiri terjadinya suatu tindak pidana.
- Orang yang mengalami sendiri dan atau orang yang langsung menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana.
Saat memberikan kesaksiannya di muka persidangan, saksi dapat secara langsung memberikan kesaksiannya pada saat persidangan berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan.
Selain dalam KUHAP, perlindungan dan bantuan hukum terhadap saksi maupun korban juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Perlindungan terhadap saksi maupun korban tersebut adalah upaya untuk memberikan tempat berlindung bagi seseorang yang membutuhkan sehingga akan merasa aman dari segala bentuk ancaman sekitarnya.
Menurut Pasal 5 UU 31/2014 menentukan saksi dan korban memiliki hak sebagai berikut:
- memperoleh perlindungan atas keamanan pribadinya, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari segala bentuk ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya;
- ikut serta dalam proses memilih dan menentukan suatu bentuk perlindungan dan dukungan keamanan;
- memberikan suatu keterangan tanpa ada unsur tekanan dan paksaan;
- mendapatkan penerjemah;
- bebas dari segala bentuk pertanyaan yang menjerat;
- mendapatkan seluruh informasi mengenai perkembangan kasus;
- mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan;
- mendapatkan informasi dalam hal terpidana dibebaskan;
- dirahasiakan identitas pribadinya;
- mendapatkan identitas baru;
- mendapatkan tempat tinggal sementara;
- mendapatkan tempat tinggal baru;
- memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan;
- mendapatkan nasihat hukum, memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir;
- mendapatkan pendampingan.
Kesemua hak-hak yang ada dalam UU 31/2014 oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) kepada saksi dan korban. LPSK yang merupakan suatu lembaga yang ditunjuk untuk memberikan suatu perlindungan hukum terhadap saksi dan korban dalam implementasinya.
Terdapat empat bentuk perlindungan terhadap seorang justice collaborator. Bentuk perlindungan tersebut di antaranya adalah perlindungan terhadap fisik dan psikis, penanganan khusus, perlindungan hukum, dan penghargaan.
Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:
Perlindungan Terhadap Fisik dan Psikis
Seorang justice collaborator dapat diberikan suatu perlindungan terhadap rasa aman yaitu berupa perlindungan terhadap fisik dan psikis mereka. Perlindungan fisik dan psikis terhadap justice collaborator tersebut tidak hanya diterapkan untuk keamanan pribadi berupa perlindungan dari segala bentuk ancaman, teror, kekerasan, tekanan, gangguan terhadap diri, jiwa dan harta mereka dari pihak manapun. Tetapi, perlindungan juga harus juga meliputi jaminan terhadap perlindungan fisik dan psikis bagi keluarga seorang justice collaborator juga.