Jastip sebenarnya sah-sah saja jika sesuai dengan aturan. Akan tetapi, biasanya penyedia jastip mengakui barang titipan miliknya, yang sebenarnya dibeli, untuk dijual kembali. Sebagai barang pribadi, barang jastip tidak dikenakan biaya pajak dalam rangka impor (PDRI). Oleh karena itu, penyedia jastip bisa menawarkan harga yang lebih murah kepada masyarakat dalam negeri.
Praktik ini dapat merugikan negara dan pengusaha yang patuh melakukan impor sesuai dengan aturan dan membayar pajak. Direktorat Bea dan Cukai Kementeriam Keuangan (Kemenkeu) sendiri melakukan berbagai penindakan untuk jastip illegal. Setidaknya ada 39.207 kasus jastip ilegal yang ditindak oleh direktorat Bea dan Cukai sepanjang tahun 2022 dengan perkiraan nilai BHP mencapai Rp. 22.043 Miliar.
Ada nggak pajak untuk jastip?
Ternyata pajak untuk jastip sudah ditetapkan dalam PMK Nomor 203/PMK.04/2017 tentang ketentuan ekspor dan impor barang yang dibawa oleh penumpang dari awak sarana pengangkut.
Berikut adalah jenis pajak yang dikenakan pada jastip yang melebihi 7jt atau USD 500:
- Bea Masuk sebesar 10% dari nilai atau harga barang;
- PPh sebesar 7,5% dari nilai barang jika melebihi batas nilai tertentu;
- PPN Sebesar 10% dari nilai produk; dan
- PPh 23 dengan tarif tergantung pada jenis perolehan dan penggunaannya.
Pajak merupakan salah satu instrumen yang sangat penting yang menentukan pendapatan negara. Mengingat pentingnya pajak, pemerintah mewajibkan setiap orang dikenakan pajak. Jadi, ada peraturannya yang telah ditetapkan oleh pemerintah mengenai pajak. Atas kewajiban tersebut, masyarakat tidak mendapatkan kompensasi langsung, karena pajak yang dibayarkan digunakan untuk membiayai pengeluaran atau kebutuhan negara dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.