Kasus Human Trafficking ini merupakan ancaman bagi dunia internasional, terus terjadi dan belum mampu diselesaikan. Di Indonesia sendiri kasus ini sudah terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dan Indonesia sudah mendapatkan pengawasan dari dunia internasional. Menurut kajian tahunan yang dirilis oleh Kemenlu AS, Indonesia belum mampu memenuhi standar minimun upaya penghapusan perdagangan oraang, menjadikan Indonesia tetap berada di Tier II. Posisi ini sudah diduduki sejak tahun 2010, meskipun setiap tahunnya pemerintah sudah melakukan langkah-langkah yang cukup signifikan (Sumber:https://id.usembassy.gov/id/our-relationship-id/official-reports-id/laporan-tahunan-perdagangan-orang-2020/).
Indonesia bukan hanya asal utama dan tujuan, melainkan juga tempat transit bagi para pekerja paksa dan korban perdagangan orang. Pada tahun 2016 pemerintah memperkirakan 1,9 juta dari 4,5 juta WNI yang bekerja di luar negeri kebanyakan berada di negara Malaysia dan Arab Saudi tidak memiliki dokumen atau telah melewati batas izin tinggal serta mereka tidak bisa pulang ke Negara mereka di karenakan terjerat hutang (Sumber: https://id.usembassy.gov/id/our-relationship-id/official-reports-id/laporan-tahunan-perdagangan-orang-2016/).
Terdapat pula kasus tentang WNI yang dipaksa bekerja dengan keras dan tidak diperbolehkan pergi dari pekerjaannya dan di penjara secara paksa. Mereka adalah buruh Indonesia yang bekerja menangkap ikan dibawah pimpinan perusahaan asal Taiwan dan Korea Selatan (Perusahaan Cangkang). Sudah banyak laporan mengenai kasus ini dimana perusahaan yang bersangkutan menggunakan dokumen identitas palsu Thailand untuk pekerja luar negeri, kemudian memaksa mereka untuk bekerja menangkap ikan di perairan Indonesia. Mengancam akan membongkar idetitas palsu mereka jika melaporkan pihak otoritas Indonesia.
Human Trafficking merupakan pelanggaran berat terhadap HAM, karena mengekang kebebasan individu. Hampir setiap negara memiliki catatan perdagangan manusia, upaya-upaya untuk mengatasi persoalan ini harus terus dilakukan. Para korban Human Trafficking bisa mengalami trauma berat, bahkan mereka yang menjadi pekerja seks tidak jarang terjangkit penyakit, seperti HIV AIDS. Membuktikan bahwa persoalan ini memberikan kerugian material serta non-material yang tinggi.
Pemerintah di setiap Negara merupakan institusi yang memiliki kewajiban untuk melindungi dan menegakkan HAM setiap warganya, di atur dalam Universal Declaration of Human Rights. Kendala dalam upaya pemberantasan kejahatan perdagangan orang terjadi karena dari segi pemerintah yang masih memiliki kelemahan pada penegakan hukumnya, serta kurangnya kepekaan masyarakat dan pejabat terhadap kasus ini. Bahkan banyak diberitakan bahwa ada keterlibatan pejabat dalam beberapa kasus perdagangan orang.
Untuk menyikapi persoalan ini Indonesia sudah membuat payung hukum untuk memberikan sanksi kepada mereka yang melakukan kejahatan ini. Tertuang dalam UU No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Pengesahan UU PTPPO di Indonesia adalah bagian dari harapan masyarakat dan pemerintah untuk menekan angka pelanggaran HAM, khusunya dalam Human Trafficking dimana para korban di paksa untuk eksplotasi seksual dan kerja paksa. Sedangkan upaya pengaturan pemberantasan dan pencegahan Human Trafficking di dunia internasional adalah melalui penegakan Protokol Palermo