Apabila menilik konsep kewarganegaraan, terdapat 7 syarat objektif yang digunakan dalam menyatakan hilangnya kewarganegaraan dari seseorang, yaitu:
- memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri.
- tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, padahal yang bersangkutan mendapatkan kesempatan untuk itu.
- secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatannya itu hanya dapat dijabat oleh warga negara tersebut.
- secara sukarela mengangkat sumpah, menyatakan janji setia kepada negara asing atau negara bagiannya.
- meskipun tidak diwajibkan, orang tersebut ikut dalam pemilihan yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing.
- mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya.
- bertempat tinggal di luar wilayah Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun terus-menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginan untuk tetap menjadi WNI. Namun, yang masih menjadi pertanyaan adalah sifat dari persyaratan tersebut bersifat akumulatif atau tidak? Jika tidak, maka apabila salah satu syarat telah dinyatakan terpenuhi orang tersebut dapat kehilangan kewarganegaraannya.
Sementara itu, persyaratan yang harus dipenuhi seseorang apabila ingin menjadi calon kepalah daerah yaitu harus memenuhi aturan dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Juga mereka tunduk Pasal 4 PKPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota. Pasal ini menyatakan bahwa yang dapat menjadi calon kepala daerah dan kepalah daerah di Indonesia hanyalah WNI.
Apabila dikaitkan dengan proses dan tujuan Pilkada yang menjadi perwujudan pengembalian hak-hak dasar masyarakat di daerah, perlu dilakukan dengan pemberian kewenangan secara utuh dalam rangka rekrutmen pimpinan daerah sehingga mendinamisir kehidupan demokrasi pada tingkat lokal. Proses Pilkada wajib dilaksanakan secara demokratis dan tetap berpegang teguh pada asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Pemenuhan asas-asas tersebut menjadi wajib sebagai tugas negara melalui penyelenggara Pilkada yaitu KPU Provinsi, Kabupaten/Kota dengan diawasi oleh Bawaslu, bersama-sama dengan peserta pemilu Calon Kepalah daerah dan masyarakat sebagai pemegang hak pilih.
Terkait perihal tidak terpenuhinya asas-asas dalam Pilkada dan ditemukan adanya indikasi pelanggaran pidana menjadi ranah tugas dari Penyidik (Penyidik PNS dan penegak hukum). Masyarakat berperan sebagai pengawal proses demokrasi agar tetap berada pada kaidah norma yang ada.