Indonesia menganut sistem hukum Eropa Continental (Civil Law) yang kemunculan awalnya terdapat di negara-negara Eropa daratan. Civil Law mempunyai 3 karakteristik, yakni adanya kodifikasi yang membuat hakim tidak terikat pada preseden atau yurisprudensi sehingga undang-undang menjadi sumber hukum yang utama, dan sistem peradilan bersifat inkuisitorial atau hakim mempunyai peranan besar sebagai penentu akir dari proses peradilan. Karakteristik yang utama dalam sistem hukum Civil Law adalah hukum memperoleh kekuatan mengikat karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan tertulis yang berbentuk undang-undang yang tersusun secara sistemik di dalam kodifikasi. Hal tersebut tertuang dalam konstitusi NKRI pasal 1 ayat (3) yang berbunyi Indonesia adalah Negara hukum.
Hukum yang telah dikodifikasi dalam bentuk undang-undang mempunyai beberapa fungsi: Untuk menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan didalam Undang-undang (UUD) 1945; Sebagai pedoman yang mengatur hubungan antar manusia dengan Negara dalam kehidupan sosial dan bernegara dengan tujuan untuk menjaga dan melindungi hak Warga Negara; Menyelesaikan sengketa-sengketa dan masalah secara adil; Mengetur jalannya pemerintahan, agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan semuanya diatur secara terukur di dalam undang-undang sebagai pedoman hidup bernegara dan bermasyarakat yang disepakati bersama.
Fenomena terpilihnya Bupati Kabupaten Sabu Raijua (SARAI), Nusa Tenggara Timur (NTT) yang ternyata pernah tinggal lebih dari 5 tahun di Amerika Serikat (AS) dan memiliki passport AS ini cukup mengejutkan masyarakat karena status kewarganegaraannya yang masih belum teridentifikasi. Namun, ternyata berdasar hasil konfirmasi resmi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) ke Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta telah dikonfirmasi bahwa yang bersangkutan merupakan Warga Negara AS. Kebijakan dwi kewarganegaraan di AS memang diperbolehkan karena menganut sistem dwi kewarganegaraan terbatas. Bahkan hampir beberapa Warga Negara AS dan negara lain pemegang dwi kewarganegaraan AS harus menggunakan passport AS untuk keluar masuk negaranya. Hal ini didasarkan dalam Pasal 101 huruf (a) nomor (22) Undang-undang kewarganegaraan dan imigrasi AS.
Kesesatan Berpikir
Namun, setelah terungkapnya fakta tersebut, yang bersangkutan tetap mendapat dukungan dari para pendukungnya yang sering menulis dalam kolom-kolom komentar di beberapa grup media sosial yang beranggotakan masyarakat NTT. Seolah-olah mereka tidak mempermasalahkan kewarganegaraan yang dimiliki oleh yang bersangkutan, seakan-akan mereka hidup di dunia dimana tidak ada sistem hukum yang berlaku, atau mereka hidup di negara bebas yang tidak diatur oleh perangkat aturan tertulis sehingga mereka mengabaikan martabat negara, tidak memperdulikan undang-undang yang dibuat oleh para legislator yang dipilih secara konstitusional. Mereka menutup mata pada persoalan yang sepertinya sepeleh tapi sangat crucial.
Padahal, dalam doktrin undang-undang No 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI tidak dikenal istilah dwi kewarganegaraan. Hal ini diartikan bahwa ketika WNI memperoleh kewarganegaraan lain, maka orang tersebut harus memilih untuk menjadi warga Negara lain atau tetap menjadi WNI.
Apabila menilik konsep kewarganegaraan, maka terdapat 7 syarat objektif yang digunakan dalam menyatakan hilangnya kewarganegaraan dari seseorang. Pertama, memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri. Kedua, tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, padahal yang bersangkutan mendapatkan kesempatan untuk itu. Ketiga, secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatannya itu hanya dapat dijabat oleh warga Negara tersebut. Keempat, secara sukarela mengangkat sumpah, menyatakan janji setia kepada negara asing atau Negara bagiannya. Kelima, meskipun tidak diwajibkan, orang tersebut ikut dalam pemilihan yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu Negara asing. Keenam, mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya. Ketujuh, bertempat tinggal di luar wilayah Negara Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun terus-menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginan untuk tetap menjadi WNI. Namun, yang masih menjadi pertanyaan adalah sifat dari persyaratan tersebut bersifat akumulatif atau tidak? Jika tidak, maka apabila salah satu syarat telah dinyatakan terpenuhi orang tersebut dapat kehilangan kewarganegaraannya.
Sementara itu, persyaratan yang harus dipenuhi seseorang apabila ingin menjadi calon kepalah daerah maka harus memenuhi aturan dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota juncto Pasal 4 PKPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota. Pasal ini menyatakan bahwa yang dapat menjadi calon kepala daerah dan kepalah daerah di Indonesia hanyalah WNI.
Apabila dikaitkan dengan proses dan tujuan diadakannya Pilkada yang menjadi perwujudan pengembalian hak-hak dasar masyarakat di daerah, maka perlu dilakukan dengan pemberian kewenangan secara utuh dalam rangka rekrutmen pimpinan daerah sehingga mendinamisir kehidupan demokrasi pada tingkat lokal. Sehingga proses Pilkada wajib dilaksanakan secara demokratis dan tetap berpegang teguh pada asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pemenuhan asas-asas tersebut menjadi wajib sebagai tugas Negara melalui penyelenggara Pilkada yaitu KPU Provinsi, Kabupaten/Kota dengan diawasi oleh Bawaslu, bersama-sama dengan peserta pemilu Calon Kepalah daerah dan masyarakat sebagai pemegang hak pilih.
Terkait perihal tidak terpenuhinya asas-asas dalam Pilkada dan ditemukan adanya indikasi pelanggaran pidana menjadi ranah tugas dari Penyidik (Penyidik PNS dan penegak hukum). Masyarakat berperan sebagai pengawal proses demokrasi agar tetap berada pada kaidah norma yang ada. Namun satu hal yang pasti, proses demokrasi tidak boleh menoreh luka ditubuh demokrasi dengan tetap menjunjung tinggi martabat Pancasila dan UUD 1945 dengan patuh dan tertib melaksanakan semua aturan turunannya dari tingkat tertinggi sampai terendah sebagai pedoman hidup bermasyarakat yang telah kita setujui dan sepakati bersama.
Sebagai penutup ada kutipan dari Elizabeth Moss, “Pemimpin menjadi suri tauladan saat mereka belajar, bukan saat mereka mengajar”, ujian ini adalah pembelajaran berarti bagi demokrasi kita. Harapan saya, Negara harus dapat secara tegas mengeluarkan keputusan yang berpegang teguh pada supremasi hukum. Keputusan tersebut diharapkan dapar diterima dengan legowo agar nuansa demokrasi yang sudah tumbuh ini menjadi subur dan terpelihara sehingga persatuan Bangsa Indonesia tetap terjaga.
kawanhukum.id merupakan platform digital berbasis website yang mewadahi ide Gen Y dan Z tentang hukum Indonesia. Ingin informasi lomba, webinar, call for papers atau acara kalian lainnya juga diterbitkan di sini? Klik tautan ini.