Agar perjanjian ekstradisi bisa terlaksana dengan baik, adakalanya kita harus memperhatikan prinsip-prinsip yang terdapat dalam perjanjian ekstradisi yang diselenggarakan pemerintah Republik Indonesia tercantum dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 adalah sebagai berikut:
Pertama. Ekstradisi atas dasar perjanjian dan hubungan baik. Pasal 2 ayat 1 menegaskan kesediaan Indonesia untuk melakukan ekstradisi atau penyerahan atas diri seseorang pelaku kejahatan, apabila antara Indonesia dengan negara yang meminta tersebut sudah terikat dalam suatu perjanjian ekstradisi. Perjanjian ini baik perjanjian ekstradisi sebelumnya maupun sesudah diundangkannya Undang Undang ini. Akan tetapi disamping atas dasar suatu perjanjian, Indonesia juga menyatakan kesediaan untuk melakukan ekstradisi atas dasar hubungan baik dengan pihak atau negara lain. Inilah yang lebih dikenal dengan prinsip atas asas timbal balik atau prinsip resiprositas.
Kedua. Prinsip kejahatan rangkap (double criminality). Menurut prinsip ini, penjahat yang dapat dimintakan ekstradisi adalah mereka yang telah melakukan perbuatan pidana yang menurut sistem hukum yang berlaku di negara yang meminta ataupun negara yang memberikan, mengandung unsur-unsur yang dikualifikasikan sebagai kejahatan. Prinsip ini dapat dilihat dalam pasal 4 ayat (1) yang menyatakan bahwa ekstradisi dilakukan terhadap kejahatan yang tersebut dalam daftar kejahatan terlampir sebagai suatu naskah yang tidak terpisahkan dari Undang Undang ini.
Ketiga. Prinsip tidak menyerahkan pelaku kejahatan politik. Ekstradisi tidak dapat dilakukan jika suatu kejahatan tertentu oleh negara yang diminta dianggap sebagai kejahatan politik. Prinsip ini terdapat dalam pasal 5 ayat (1) yang menyatakan bahwa ekstradisi tidak dilakukan terhadap kejahatan politik.
[rml_read_more]