Makar berasal dari bahasa Arab yaitu makron, masdar yang memiliki menipu, memperdaya, membujuk, mengelabui, mengkhianati. Menurut KBBI, makar memiliki arti: 1. Akal busuk; tipu muslihat; 2. Perbuatan dengan maksud hendak menyerang orang dan sebagainya; 3. Perbuatan menjatuhkan pemerintah yang sah. dalam istilah hukum, makar tidak didefinisikan dengan tegas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Penjelasan-penjelasan makar merupakan istilah yang dipakai oleh akademisi hukum untuk menterjemahkan aanslag (bahasa Belanda).
Dari tiga pengertian berdasarkan KBBI, kita bisa membuat kesimpulan bahwa makar adalah sebuah tindakan yang dilakukan untuk menjatuhkan pemerintahan yang dilakukan baik dengan akal busuk atau dengan melakukan penyerangan. Makar diatur dalam KUHP sebagai kejatahan terhadap keamanan negara, terutama di pasal 104, 107 dan 108, dengan ancaman hukuman mati. Pasal-pasal ini mengatur pidana kejahatan terhadap presiden dan wakilnya, dan juga ancaman pidana terhadap para penggerak makar.
Jika kita jabarkan lebih detail bahwasannya, bunyi pada pasal 104, 107, 108 berisi tentang “Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.” pada pasal 107 “(1) Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. (2) Para pemimpin dan pengatur makar tersebut dalam ayat 1, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.” Pada pasal 108 menjelaskan “(1) Barangsiapa bersalah karena pemberontakan, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun: 1. Orang yang melawan pemerintah Indonesia dengan senjata; 2. Orang yang dengan maksud melawan pemerintah Indonesia menyerbu bersama-sama atau menggabungkan diri pada gerombolan yang melawan pemerintah dengan senjata. (2) Para pemimpin dan para pengatur pemberontakan diancam dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
Judicial Review tentang Makar
Pasal Makar pernah dua kali diuji ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohon meminta makar harus dimaknai sebagai ‘serangan’, sehingga harus dianggap sebagai delik selesai. Namun MK menilai argumen itu tidak bisa diterima. MK berpendapat percobaan makar — tanpa perlu tujuan makar tercapai yaitu pemerintah yang terguling–pun sudah bisa dikenai delik.
“Sebab apabila kata ‘makar’ begitu saja dimaknai sebagai ‘serangan’, hal itu justru akan menimbulkan ketidakpastian hukum karena penegak hukum baru dapat melakukan tindakan hukum terhadap seseorang apabila orang yang bersangkutan telah melakukan tindakan ‘serangan’ dan telah nyata timbul korban,” demikian bunyi putusan MK yang diketok pada 31 Januari 2018.
Lalu, apakah delik makar bisa memberangus kebebasan berpendapat yang dilindungi UUD 1945? MK juga menepis anggapan itu. Sebab, negara berkewajiban melindungi kehidupan berbangsa, termasuk melindungi hak asasi manusia. MK juga memutuskan pasal makar adalah turunan langsung dari kedaulatan negara, sehingga MK tidak bisa menghapus pasal tersebut.
Spektrum Makar di Indonesia
Tindakan makar memiliki banyak jenis. Ada tindakan yang dilakukan dengan menerjang ideologi, ada juga yang melakukan penyerangan kepada Presiden baik langsung atau pun tidak langsung. Tindakan yang bermacam-macam ini menyebabkan jenis hukuman yang berbeda untuk pelaku makar yang beraneka ragam, ada yang hanya 2,5 tahun, ada juga yang sampai 5 tahun atau bahkan lebih, itu semua tergantung pada putusan pengadilan bagaimana makar itu terjadi dan berat atau ringannya jenis makar itu sendiri. Aksi pelanggaran besar seperti menyerang kepala negara tentu akan mendapatkan hukuman yang berat. Mungkin seumur hidup atau bahkan hukuman mati. Indonesia pernah mengalami beberapa kasus tindakan makar yang menyebabkan pelakunya dijatuhi hukuman mati meski akhirnya atas pemerintah presiden, hukuman itu dicabut, bahkan bebas.