Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PMK/2021 tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang ini merupakan pedoman dan hukum acara yang mengikat bagi para pihak dalam perkara pengujian undang-undang tidak hanya mengikat namun juga terhadap pemohon melainkan juga mengikat terhadap Mahkamah Konstitusi sendiri.
Tindakan yang diambil oleh Mahkamah Konstitusi dalam mengeluarkan putusan yang bersifat mengatur pada perkara pengujian undang-undang, dinilai sebagian kalangan telah melampaui batas kewenangannya. Mahkamah Konstitusi tidak hanya menyatakan suatu undang-undang bertentangan dengan Undang Undang Dasar 1945 sehingga harus dibatalkan dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, melainkan juga telah memerankan fungsi mengatur dengan merumuskan norma sebagai pengganti bunyi undang-undang yang dibatalkan.
Putusan Mahkamah Konstitusi yang demikian menimbulkan permasalahan dan dampak yang begitu luas serta dinilai telah mengintervensi ranah legislatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah sebenarnya kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam mengeluarkan putusan yang bersifat mengatur, serta apa dasar pertimbangan hukumnya. Peraturan perundang-undangan, putusan Mahkamah Konstitusi, dan literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan, wewenang Mahkamah Konstitusi adalah sebagai pembatal norma , bukan sebagai pembuat norma .
Keadilan substantif akan sulit terwujud apabila Mahkamah Konstitusi hanya terikat dengan aturan prosedural semata, sehingga Mahkamah Konstitusi harus berani melakukan terobosan hukum secara progresif. Akan tetapi dalam memutus suatu perkara yang dimana seharusnya Mahkamah Konstitusi lebih berhati-hati lagi, tidak saja mengenai isi putusan yang akan dijatuhkan, tetapi juga harus mampu membayangkan jauh kedepan serta memahami dampak negatif yang mungkin timbul dari suatu putusan, sehingga tidak ada lagi putusannya yang bertentangan dengan norma agama dan mendapat penolakan dari masyarakat.