Perbuatan penyerangan ini diakui oleh pengacara D dan terdakwa telah menyatakan bahwa terdakwa siap untuk menerima hukuman atas perbuatannya. Tindakan penyerangan yang dilakukan pengacara D merupakan bentuk perbuatan yang telah melukai lembaga peradilan dan disebut juga sebagai perbuatan contempt of court oleh Mahkamah Agung yang merupakan penghinaan terhadap pengadilan. Apabila ada pihak yang belum bisa menerima keputusan hakim, dapat terlebih dulu disampaikan dengan baik-baik atau mengajukan hukum banding bukan dengan kekerasan. Pengacara D juga tidak menjalankan tugasnya sebagai pengacara yang profesional. Terdakwa tidak berperilaku sesuai etika profesinya di dalam ruang persidangan.
Atas perbuatannya, pengacara D telah bersalah karena telah melakukan tindak pidana berupa kekerasan dan penganiayaan terhadap majelis hakim saat sedang menjalankan tugasnya dan diatur dalam Pasal 212 KUHP yang menyatakan bahwa ”Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya diancam karena melawan pejabat, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.
Keputusan akhirnya adalah bahwa pengacara D di vonis delapan bulan penjara dengan denda sebesar Rp 5.000. Hal yang membuat ringannya masa tahanan terdakwa adalah karena terdakwa belum pernah terjerat dan belum pernah melakukan proses hukuman sebelumnya. Hakim menilai terdakwa berlaku sopan santun, mengakui kesalahannya tanpa berbelit-belit, menyesal atas perbuatan yang terdakwa lakukan, dan berkata jujur kepada hakim.
Seorang pengacara dituntut untuk bertanggung jawab atas tugas yang di emban dan kode etik yang harus dijalankan dan dijunjung tinggi sebagai bentuk dan identitas dari seorang pengacara yang baik dan profesional. Pada dasarnya, pengacara atau advokat memiliki hak imunitas atau hak perlindungan hukum yang telah diatur pada Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang advokat yang berbunyi ”Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan”.