Virus Corona atau biasa disebut dengan COVID-19 pertama ditemukan di Kota Wuhan Provinsi Hubei, Tiongkok. Kini, virus tersebut telah menyebar ke seluruh dunia, lebih dari 200 negara yang telah mengkonfirmasi virus ini. Melansir data dari Worldometers per tanggal 5 Mei 2020, jumlah kasus virus corona sebanyak 3,646,201 jumlah kematian sebanyak 252,407 jiwa dan dapat disembuhkan sejumlah 1,200,170 jiwa. Di Indonesia, terdapat 11,587 kasus terkonfirmasi, meninggal 864 jiwa dan dinyatakan sembuh 1,954, sehingga kasus ini dapat dikatakan sebagai kasus dengan kejadian yang luar biasa.
Kasus tersebarnya COVID-19 mengakibatkan banyak sektor yang terdampak, tidak hanya kesehatan, sosial, kondisi ini juga berpengaruh terhadap sentimen ekonomi dan pasar keuangan yang berakibat pada prospek ekonomi global. Outlook pertumbuhan ekonomi tahun 2020 mengalami pelemahan dan beberapa Negara telah mengeluarkan berbagai kebijakan baik dalam hal socsal dan ekonomi. Pemerintah diseluruh dunia telah bekerja keras untuk mengatasi kasus ini agar dapat pulih seperti sedia kala dan kehidupan berjalan normal.
Kebijakan Pemerintah
Pemerintah telah mengambil berbagai kebijakan untuk mengatasi pandemi ini. Salah satu kebijakan sosial yang telah diatur oleh Pemerintah Indonesia misalnya pembatasan aktivitas manusia seperti physical distancing seperti bekerja di rumah, belajar di rumah dan beribadah di rumah. Presiden Joko Widodo kemudian mengeluarkab kebijakan yang baru berupa kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kebijakan ini mulai diterapkan pertama kali di wilayah DKI Jakarta karena kasus tersebarnya virus ini telah mencapai 4,539 jiwa, hal ini menjadikan DKI Jakarta termasuk dalam wilayah zona merah.
Pembatasan kegiatan melalui physical distancing dan saat ini telah menerapkan PSBB berdampak pada keterbatasan aktivitas manusia, misalnya kebijakan Pemerintah menganjurkan untuk bekerja di rumah (work from home) dan belajar dari rumah (study from home) untuk menghindari perkumpulan masa dalam jumlah besar. Dampak kebijakan ini otomatis juga akan pada berdampak bagi pekerja seperti kebijakan internal perusahaan atau instansi pemerintah dengan mengubah jadwal kerja dalam bentuk shift bahkan ada yang bekerja penuh waktu di rumah. Siswa dan mahasiswa juga diarahkan untuk belajar di rumah melalui daring, hal tersebut akan meningkatkan penetrasi penggunaan internet selama sebulan terakhir.
Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informasi, selama wabah ini terjadi, penggunaan internet di Indonesia naik mencapai 20% setiap harinya. Deretan aplikasi online yang biasa diakses oleh pegguna di Indonesia adalah Zoom atau Google Meeting untuk kegiatan meeting secara virtual, pemakaian Google Classrom yang digunakan untuk siswa sekolah, Netflix untuk menonton film, peningkatan transaksi belanja online melalui aplikasi seperti shoope, tokopedia, bukalapak, pemesanan makanan melalui Go Food atau Grab Food, penggunaan media sosial hiburan lainnya seperti Tiktok dan situs lainnya mengalami peningkatan selama pandemi ini berlangsung. Dengan peningkatan penggunaan fasilitas online tersebut, valuasi bisnis perusahaan digital akan terus meningkat, ini dapat menjadi perluasan basis pajak untuk menggenjot penerimaan pajak selama masa pandemi COVID-19.
Sejauh ini, Pemerintah telah menggelontorkan sejumlah dana untuk mengatasi pandemi ini. Jika diperhatikan bahwa, penerimaan negara tahun ini mengalami kontraksi sebesar 10% year on year (yoy). Penerimaan negara ini akibat akonomi terganggu atas merebaknnya kasus pandemi COVID-19 baik dari sisi penerimaan pajak maupun penerimaan bukan pajak (PNBP).
Penerimaan Pajak Indonesia
Menurut data yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan, dalam APBN KiTA pada Kinerja dan Fakta Edisi Maret 2020, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp152,92 triliun atau 9,31 persen dari target APBN tahun 2020, lebih rendah 4,97 persen (yoy) dari tahun 2019 sebesar Rp160,91 triliun. Realisasi Penerimaan Kepabeanan dan Cukai mencapai Rp25,04 triliun atau 11,22 persen dari target APBN tahun 2020, tumbuh sebesar 51,52 persen (yoy) dari tahun 2019 sebesar Rp16,53 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencatat realisasi sebesar Rp38,62 triliun atau 10,52 persen dari target APBN tahun 2020. Realisasi tersebut lebih rendah 4,05 persen (yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp40,25 triliun.
Belanja Pemerintah Pusat mencapai Rp161,73 triliun atau 9,61 persen dari pagu APBN tahun 2020, meningkat 11,01 persen (yoy) dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp145,69 triliun, Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) mencapai Rp117,68 triliun atau 13,73 persen dari pagu APBN tahun 2020, lebih rendah 6,71 persen (yoy) dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp126,14 triliun. Melihat realisasi pendapatan negara dan belanja negara tersebut, maka realisasi defisit APBN tahun 2020 sampai dengan 29 Februari 2020 mencapai Rp62,80 triliun atau 0,37 persen.
Tabel 1. Realisasi Sementara APBN 2019
Sumber: Kementerian Keuangan
Untuk menanggapinya, Pemerintah mengambil kebijakan melalui stimulus kebijakan fiskal jilid 2 dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2020, salah satu kebijakan yang diambil adalah terkait dengan perpajakan terdapat diBagian Ketiga Pasal 4 terdapat 2 ayat antara lain :