Setelah diterbitkannya UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), terdapat beberapa ketentuan baru terkait subjek hukum yang dapat dikenai sanksi. Misalnya, tanggung jawab korporasi serta bentuk pemidanaannya. Sebelumnya, ketentuan seperti ini belum diatur dalam KUHP sehingga kedudukan korporasi sebagai subjek hukum pidana secara khusus baru diakui dalam undang-undang yang mengatur tindak pidana di luar KUHP.
Namun saat ini, korporasi memiliki hak dan kewajiban sebagai subjek hukum. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pasal ini menyatakan bahwa korporasi diakui sebagai subjek tindak pidana.
Disebutkan dalam ayat (2), korporasi yang dimaksud mencakup badan hukum seperti perseroan terbatas, yayasan, koperasi, BUMN, BUMD, atau yang setara dengan itu, serta perkumpulan yang berbentuk hukum maupun tidak, badan usaha seperti firma, persekutuan komanditer, atau setara dengan itu, yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru mengakomodasi pengertian korporasi secara sangat luas.
Menuntut korporasi dalam kasus tindak pidana tidaklah mudah karena peraturan perundang-undangan yang mengatur tindak pidana korporasi masih beragam dan belum selalu jelas. Sebagai contoh, Pasal 61 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa ‘penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya’.
Meskipun pelaku usaha dalam undang-undang ini termasuk korporasi, tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai bagaimana pelaku usaha dan/atau pengurusnya diproses hukum jika terlibat dalam tindak pidana dalam lingkup perlindungan konsumen.