Pada dasarnya, setiap warga berhak memohonkan hak atas tanah. Hak yang dapat dimohonkan dapat berupa memohon untuk hak milik, hak guna bangunan, dan hak pakai.
Hak atas tanah merupakan hak yang memberi wewenang untuk memakai tanah yang diberikan kepada orang lain atau badan hukum. Biasanya, tujuam memakai tanah antara lain untuk memenuhi 2 (dua) jenis kebutuhan, yaitu:
- Untuk dijadikan usaha pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, dan sebagainya;
- Untuk tempat suatu usaha dengan mendirikan bangunan, perumahan, hotel, rumah susun, pabrik, pelabuhan, dan lain-lain.
Hak atas tanah memberikan kewenangan bagi seseorang memakai suatu bidang tanah dan rumah susun tertentu untuk kebutuhan tertentu. Kewenangan memakai berarti menguasai, memakai, dan mengambil manfaat dari suatu bidang tanah.
Terkait bukti kepemilikan hak atas tanah, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-XIX/2021 menyatakan bahwa bukti kepemilikan yang sah atas tanah adalah sertifikat hak atas tanah. Melalui pendaftaran tanah, dapat diketahui siapa pemegang hak atas tanah, kapan hak tersebut dialihkan dan siapa pemegang hak yang baru. Termasuk, jika tanah tersebut dibebani hak tanggungan.
Menurut Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA. Pasal ini menentukan bahwa hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Pemberian sertifikat hak atas tanah bertujuan untuk mewujudkan kepastian dan perlindungan hukum sebagai pemegang hak yang sah.