Cesare Beccaria (1738-1794) adalah tokoh berkebangsaan Italia yang pada zaman itu paling keras menentang kesewenang-wenangan lembaga peradilan. Beccaria bukanlah seorang ahli hukum. Ia adalah ahli matematika dan ekonomi yang menaruh perhatian besar terhadap kondisi penegakan hukum saat itu.
Dalam bukunya berjudul Dei Delitti e Delle Pene, Ia menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mendorong manusia tidak bisa lepas dari perbuatan jahat adalah budaya hedonisme. Dalam setiap tindakan, manusia selalu melakukan pertimbangan terhadap untung/rugi. Artinya, terhadap segala tindakan yang dilakukan manusia selalu menimbang kesenangan atau kesengsaraan yang mungkin akan didapatnya.
Hal ini juga dilakukan oleh para pejabat yang sebelum duduk dikursi jabatannya disumpah atas nama tuhan, dan setelahnya mereka melakukan tindak pidana korupsi. Kenapa Pejabat? Karena hanya mereka yang bisa berbuat korup. Fakta tersebut juga melanggengkan pendapat Thomas Hobbes dalam bukunya yang berjudul Leviathan. beliau mempopulerkan kata “Homo Homini Lupus.” Menurutnya, manusia adalah serigala bagi manusia yang lainnya.
Hal ini pula yang menjadi alasan kuat bahwa mereka butuh norma yang sama-sama dipatuhi dalam suatu golongan masyarakat dipositifkan (diundangkan). Kepentingan tiap individu dapat terlindungi, karena norma atau hukum yang dipositifkan tersebut memiliki daya mengatur dan memaksa.
Korupsi dan Sistem Peradilan di Indonesia
Akhir-akhir ini publik hebok dengan muculnya berita terkait dengan putusan hakim Pengadilan Tinggi Mataram. Pengadilan memberikan vonis bebas terhadap terdakwa kasus korupsi Aryanto Prametu yang merupakan direktur dari Sinta Agro Mandiri (SAM).
Inti dari korupsi itu sendiri ialah terletak pada perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi, merugikan keuangan negara, dilaksanakan dengan cara melawan hukum. Tindakan ini dapat dilakukan oleh Natuurlijk Persoon maupun Recht Persoon. Dalam proses peradilan tingkat pertama yakni pada Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, terdakwa divonis delapan tahun penjara dan denda 400 juta rupiah dengan subsider tiga bulan kurungan.