Siapa yang tidak kenal Atta Halilintar? Ia adalah salah seorang influenser di bidang Youtubers sekaligus selebgram yang sukses di usia muda. influencer adalah seseorang yang memiliki followers atau pengikut yang banyak di media sosial. Contohnya seperti seorang selebritis, selebgram, blogger dan lainnya. Di era Revolusi Industri 4.0 saat ini, Selebgram dan Youtubers adalah profesi baru yang belum pernah terpikir 20 tahun lalu. Era media sosial membuat jutaan lapangan pekerjaan baru.
Tidak mengherankan, banyak cita-cita anak zaman milenial sekarang yang mengidamkan menjadi Selebgram atau Youtubers. Ada beberapa hal menarik yang menjadikan profesi ini diminati kaum milenial, salah satunya terkait dengan penghasilan. Lalu berapakah penghasilan seorang youtuber usia 26 tahun tersebut?
Atta Halilintar masuk ke dalam daftar 10 YouTuber terkaya di dunia. Berdasarkan data Purple Moon Promotional Product, Atta menduduki posisi nomor delapan dalam daftar itu. Penghasilannya diperkirakan mencapai Rp 269 miliar per tahun. Sementara estimasi penghasilannya perbulan adalah 1,3 juta poundsterling atau setara Rp 22,4 miliar.
Selain dari Youtube, Atta meraup penghasilan dari dunia akting dan musik serta memiliki toko online sendiri salah satunya AHHA Store. Dengan pendapatan itu diperkiraan total pajak yang dibayarkan dari penghasilan Atta menjadi Youtuber pertahunnya sebesar Rp 78,828 miliar, yang dihitung berdasarkan PPh 21.
Apa itu PPh 21?
Secara singkat PPh 21(Pajak Penghasilan Pasal 21) adalah pajak yang biasa dibayarkan setiap org atas penghasilan utamanya. Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015 PPh21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri. Dasar hukum PPh 21 ada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan terutama pada Pasal 21.
Terhadap besaran pajak yang dibayarkan oleh influencer, sejatinya bagaimanakah inisiasi daripada para influencer di Indoneisa? Apakah seluruh influencer sudah memenuhi kewajiban sebagai wajib pajak? Dan yang tidak kalah penting apa keuntungan untuk mereka serta akibat hukum bila tidak mau berinisiasi membayar pajak?
Inisiasi Influencer Untuk Membayar Pajak
Pemerintah Indonesia melalui Dijen Pajak terus mengupayakan untuk menambah pemasukan keuangan negara melalui penerapan pengenaan pajak penghasilan (PPh) terhadap influencer. Tidak hanya Pemerintah Indonesia yang masih memiliki kendala untuk menemukan formulasi-formulasi yang tepat terkait pengenaan pajak bagi para influencers, seorang influencer pun juga mengalami kendala dalam berupaya membayar pajak.
Dilansir dari tulisan media online, Brian (nama samaran pemilik channel youtube dengan 94ribu subcribers) mengatakan bahwa: “kewajiban pajak belum disadari sepenuhnya oleh para youtubers, bukan dikarenakan tidak mau melapor dan membayar pajak, akan tetapi dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang mekanisme penghitungan pajak”
Melalui pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kendala yang dihadapi oleh influencer adalah kurangnya sosialisasi Pemerintah khususnya Direktorat Jendral Pajak kepada para influencer terkait bagaimana mekanisme perhitungan besarnya pajak terutang dan tata cara perpajakan mengingat Negara Indonesia sejak Tahun 1984 menganut self assessment system sehingga kurangnya pengetahuan tentang tata cara perpajakan ditambah dengan penggunaan sistem seperti ini makin menyebabkan para influercers kurang patuh dan mengesampingkan pembayaran pajak.
Pemerintah Indonesia sebaiknya segera melakukan sosialisasi mengenai mekanisme serta wawasan pentingnya membayar pajak kepada Influencer serta melakukan peningkatan pelayanan di bidang pajak untuk meningkatkan kepatuhan pembayaran pajak oleh para influencer seperti youtubers. Sosialisasi ini tidak harus menghadirkan influencer dalam satu acara, tapi bisa dengan melayangkan E-Mail yang dikirimkan kepada para influencer. Sehingga dengan cara ini merupakan cara yang efisien, hemat biaya, serta modern untuk kaum Milenial.
Kendala Pemerintah dalam Pemungutan Pajak terhadap Influencer
Ditjen Pajak memastikan sudah melakukan pengawasan aktivitas wajib pajak Influencer di media sosial. Pemantauan itu mulai dari aktivitas mempromosikan produk di Instagram hingga di situs web berbagi video, Youtube dengan membuat video-Blogging atau vlog dan lain sebagainya. Namun proses pengawasan ini tidak dengan menggunakan metode social network analytics system,melainkan petugas pajak masih secara manual mengawasi setiap aktivitas Influencer sehingga bukan tidak mungkin akan ada Influencer yang belum teridentifikasi karena keterbatasan manusia.
Perlunya ada pengawasan yang menggunakan algoritma yang dibuat dengan metode social network analytics system. Sehingga nantinya pengawasan yang dilakukan hanyalah pemantauan secara terintegrasi dan tersistem, bukan menggunakan seseorang yang melakukan pengawasan secara menual.
Pada intinya sebagai warga negara yang baik dan cerdas (smart and good citizen) harus berinisiatif membayar pajak bukan hanya para influencer sebagaimana yang diamanatkan pada UUD 1945 pada pasal 22D & 23A. meskipun pada dasarnya pajak bersifat memaksa, banyak manfaat dari pajak yang kita bayarkan seperti pembagunan fasilitas umum, subsidi bahan bakar, dana pemili, transportasi umum, dan lain sebagainya. Semua keuntungan tersebut tentu dapat di nikmati secaralangsung.
Bayangkan jika ada puluhan bahkan ratusan Atta yang mulai berinisiasi membayar pajak, negara akan mendapatkan pendapatan yang lebih dari pada saat ini karena banyak influencer belum berinisiasi membayar pajak. Pemerintah dalam hal ini Ditjen Pajak diharapkan terus berupaya untuk mengajak seluruh warga negara menyadarkan pentingnya membayar pajak. Sehingga pendapatan negara nantinya dapat berfungsi dalam menyeimbangkan pengeluaran negara dengan pendapatan negara.