Kode etik profesi merupakan norma yang berlaku terhadap setiap anggota profesi atas tugas profesinya. Norma tersebut berupa petunjuk tentang bagaimana mereka harus menjalankan profesinya berikut larangannya. Kode etik profesi juga menjadi tuntutan, bimbingan atau pedoman moral dan kesusilaan dalam menjalankan profesi, disusun oleh anggota profesi dan mengikat mereka dalam praktiknya. Karenanya, kode etik profesi berisi nilai etis sebagai sarana pembimbing dan pengendali bagaimana seharusnya pemegang profesi bertindak atau berperilaku dalam menjalankan profesinya.
Profesi kepolisian mempunyai kode etik yang berlaku bagi polisi dan pemegang fungsi kepolisian. Kode etik profesi kepolisian tidak hanya karena kebutuhan profesional, tetapi juga ditentukan dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Kapolri. Pasal 4 UU No. 2 Tahun 2002 menjelaskan bahwa Kepolisian bertujuan mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Dalam praktiknya, terdapat pelanggaran kode etik kepolisian dalam pengamanan terhadap masyarakat. Misalnya, demonstrasi masyarakat di DPR pada September 2019 dan 2020 terhadap penolakan RUU KPK, RUU KUHP, maupun RUU Cipta Kerja yang dianggap kontroversial bagi kalangan masyarakat. Terdapat bentrok antara masa dan kepolisian yang mengamankan kejadian tersebut.
Anehnya, masa justru mendapat intimidasi dari kepolisian yang berupaya mencegah bahkan menimbulkan aksi bentrok kedua belah pihak. Alhasil, terjadi kekerasan oleh oknum polisi sehingga menyebabkan aksi tembak menembak sebagaimana sempat viral sebuah video kekerasan oleh polisi terhadap orang yang dianggap pemberontak.
Polisi merupakan aparat penegak hukum yang tak luput dari kenyataan bahwa ada sebagian anggota bertindak tidak sesuai dengan etika profesi kepolisian. Dengan kata lain, ada sebagian polisi melakukan pelanggaran terhadap kode etik profesi kepolisian. Pelanggaran ataupun kategori pidana anggota kepolisian yang tidak sesuai dengan kode etik kepolisian akan berakibat hukum.
Dalam hal pelanggaran kode etik profesi kepolisian yang mengakibatkan tindak pidana, sidang disiplin dilakukan terlebih dahulilu. Karena, ada batas waktu pelaksanaan sidang disiplin yakni maksimal 30 hari, sebagaimana Pasal 19 Keputusan Kapolri No. Pol Kep/44/IX/2004. Setelah pelaksanaan sidang disiplin, baru dilaksanakan sidang di lingkup peradilan umum, sesuai Pasal 2 PP No. 3 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum bagi Anggota Kepolisian.
Penyelesaian dengan kekerasan merupakan cara penanggulangan sepihak. Untuk memaksimalkan sanksi, penulis menyarankan agar masyarakat dan Pemerintah secara bersama-sama menjadi supervisi dalam tugas dan kerja penegak hukum. Menurut Pasal 13 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002, anggota Kepolisian dapat diberhentikan tidak dengan hormat karena melanggar sumpah/janji jabatan, dan atau lode etik pofesi kepolisian.
Sebagai bentuk upaya solutif kasus seperti ini, gerakan kolektif pemerintah dan masyarakat perlu diupayakan sebagai bentuk pengawasan terhadap mafia hukum yang sering dilakukan polisi. Masyarakat perlu mengawasi oknum-oknum polisi yang sering merendahkan harkat dan martabat manusia terutama di kalangan masyarakat. Karena, memang kita sekarang membutuhkan kontribusi besar untuk menghadapinya, khususnya oleh masyarakat sipil. Tindakan korektif yang kritis berperan penting untuk terus menciptakan tatanan hukum yang bermartabat dan demi kepentingan publik yang lebih adil.