Indonesia adalah negara hukum sesuai amanat pasal 1 ayat (2) dan (3) UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945,maka selayaknya hukum harus bisa menjadi kesinambungan untuk menanggulangi ketimpangan yang sering terjadi di masyarakat. Mewujudkan hal demikian harus ada upaya dari negara dengan membentuk legislasi yang memberi kepastian hukum dan para penegak hukum yang bisa menerapkan legislasi (UU) dengan memandang tujuan hukum yakni kepastian,keadilan,dan kemanfaatan. Kita tahu bahwa penegak hukum itu terdiri dari hakim,jaksa,notaris, advokat (penasihat hukum), dan polisi.
Dari beberapa profesi yang telah disebutkan haruslah mempunyai kode etik untuk mengurangi terjadinya hal yang dapat melanggar kode etik dari setiap profesi. Apalagi kelima profesi tersebut sangat rentan terhadap terjadinya hal-hal yang tidak hanya dilarang didalam kode etik, tetapi juga dilarang dalam UU. Pada pembahasan kajian ini terfokus pada masalah tentang kode etik menjadi seorang hakim. Apakah hakim sudah sesuai dengan apa yang menjadi kewenangannya dalam mengadili suatu perkara atau justru sebaliknya.
Dalam kasus korupsi jiwasraya banyak menyeret nama orang- orang penting. Hal ini menimbulkan perbincangan publik. Banyak versi menyebutkan bahwasanya kasus ini berawal dari kegagalan dalam permainan saham hingga Tindak Pidana Korupsi, yang di lakukan oleh seorang pimpinan. Perlunya penegakan hukum yang tegas dalam kasus ini merupakan sebuah apresiasi tersendiri untuk para penegak hukum bangsa ini. Walaupun demikian, tetap saja negara mengalami kerugian yang besar atas terjadinya kasus Jiwasraya.
PEMBAHASAN
Seorang Hakim tentunya dalam proses pengambilan keputusan harus mandiri,dan bebas dari pihak yang manapun, termasuk dari pemerintah. Dalam Rapat Kerja Para Ketua Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri di bawah pimpinan Mahkamah Agung pada 1966, yang diteguhkan dan dimantapkan dalam Musyawarah Nasional Ikatan Hakim Indonesia ke IX pada tanggal 23 Maret 1988.
Dewasa ini, kita melihat bahwasanya kasus korupsi di indonesia menjadi kasus pidana dengan peringkat pertama dibandingkan dengan kasus pidana lain. Tindak korupsi sendiri merupakan sebuah tindakan yang tujuannya menguntungkan diri sendiri atau suatu korporasi. Juga penyalahgunaan kewenangan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara. Misalnya kasus yang masih hangat yaitu kasus PT Jiwasraya. Nama itu, tidak lagi asing di telinga masyarakat. PT Jiwasraya merupakan satu-satunya perusahaan Asuransi Jiwa milik pemerintah Republik Indonesia(BUMN) dan saat ini merupakan perusahaan Asuransi Jiwa terbesar di Indonesia.
Namun,akhir-akhir ini publik dikejutkan dengan muncul kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya, di mana Jiwasraya tidak mampu membayar polis yang sudah jatu tempo, pemegang polis sampai mengadukan kepada presiden untuk mengadukan nasib mereka. penyebab utama gagalnya adalah kesalahan pengelolaaan investasi di dalam perusahaan. Jiwasraya kerap menaruh dana di saham-saham berkinerja buruk. Saham tersebut yang menimbulkan likuiditas.
Kronologi kasus Jiwasraya terjadi pada 2007-2012 melakukan Investasi Repo Saham (repurchase agreement), 2013 PT Jiwasraya membuat produk yang dipasarkan dengan nama JS PROTEKSI PLAN ini tipenya premi di mana premi di bayarkan di awal sekaligus karena menargetkan nasabah prioritas di 7 bank yang menjadi agen JS PROTEKSI PLAN. Nilai preminya cukup besar yaitu Rp.50 juta – Rp.5 miliar dengan asuransi 5 tahun.
Di tahun 2014 PT Jiwasraya justru menggelontorkan sponsor untuk klub Manchester City. Tahun 2017 Jiwasraya mengklaim membukukan laba bersih Rp.2,4 triliun yang ternyata tidaklah demikian adanya. Mei 2018 terpilih Direktur baru yang kemudian mencurigai adanya kejanggalan Asmawisyam yang kemudian dilakukan audit ulang dan ditemukan bahwa labanya bukan Rp.2,4 Triliun melainkan hanya Rp.360 miliar.
Tahun 2018 bulan Jiwasraya mengalami kesulitan untuk melakukan pembayaran polis yang sudah jatuh tempo untuk JS PROTEKSI PLAN yaitu Rp.802 Miliar, November 2018 ditunjuk Direktur utama baru yaitu Hesana Tri Sasongko, pada januari 2019 nasabah yang ingin mencairkan polis yang jatuh tempo menyurati presiden dengan mengadukan nasib,sebenarnya seberapa besar JS PROTEKSI PLAN sebenarnya nasabah pemegang asuransi jumlahnya sekitar 7 juta nasabah, tetapi yang mempunyai JS PROTEKSI PLAN sekitar 17 ribu nasabah. Kasus Jiwasraya terkuak pada 3 juni 2020 sidang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri. Awalnya Kejagung memeriksa 6 tersangka dan 27 saksi dan akhirnya menetapkan 4 terpidana.
Pasalnya Hakim yang dipimpin Rosmina dan susanti menghukum para terdakwa dengan pidana penjara seumur hidup di mana jauh berbeda dengan tuntutan Jaksa yang menuntut Harry dengan pidana penjara seumur hidup, Hendrishman, Jaksa menuntut pidana 20 tahun penjara, kepada syahmirwan Jaksa menuntut 18 tahun penjara.Nota pembelaan atau pledoi yang dibacakan tim penasihat hukum Terdakwa Jiwasraya mulai dari para mantan direksi seperti Hendrisman Rahim selaku Direktur Keuangan,Syahmirwan sebagai Devisi Investasi, Hary Prasetyo selaku Direktur Keuangan, Joko Hartono selaku Direktur PT Maxima Integra.
Tindakan mereka di klaim merugikan keuangan negara senilai Rp16,807 triliun. Keempatnya juga terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang. Tuntutan tersebut berdasarkan dakwaan pertama dari pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kemudian tuntutan dakwaan kedua terkait Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana diatur pada pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pada 26 oktober, Hakim masih melanjutkan persidangan dengan penetapan 2 orang terdakwa dengan hukuman seumur hidup dan juga denda.
PENUTUP
Dari paparan data di atas dapat di simpulkan bahwa tindakan hakim sebagai penegak keadilan sudah dilaksanakan, etika profesi hukum yang mandiri, tanggung jawab, dan adil sudah diterapkan pada kasus Tipikor oleh PT Jiwasraya. Karena kasus korupsi merupakan permasalahan negara yang harus diperangi bersama. Dalam kasus ini pemerintah harus melek, karena melihat keadilan hukum di indonesia biasanya memihak kaum elit dan menindas kaum bawah. Untuk penegakan keadilan bangsa ini harusnya tidak lagi memandang siapa dan apa jabatan terpidana. Hal ini menghindari adanya ketidak adilan yang dirasakan warga negara Indonesia khusnya kaum bawah. Negara Indonesia sebagai negara hukum maka keadilan seperti kasus Tipikor PT Jiwasraya merupakan sebagai putusan yang apik untuk dijadikan pedoman dalam penindakan kasus korupsi selanjutnya. Tidak ada yang namanya hukum itu memihak pada kaum elit, bahwasanya hukum itu adil bagi seluruh warga negara.
Baca juga:
- Perampasan Aset sebagai Tindakan Restoratif
- Peran Media dalam Mengungkap Kasus Korupsi
- Ultimatum untuk Presiden Jokowi: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2022 Merosot
- Menyoal Penurunan Skor CPI Indonesia
- Disorientasi Pemberantasan Korupsi Pasca Pengesahan RUU KUHP
- Menjelang Hakordia, Korupsi Semakin Subur dan Merajalela
- Korupsi oleh Pemerintahan Desa: Implikasi dan Langkah Pencegahannya
- Politik Hukum Pemberantasan Korupsi di Indonesia
- Kepercayaan Publik Terhadap Integritas Hakim dan Marwah Pengadilan
- Tren Koruptor Masa Kini: 5 Alasan Indonesia Sulit Memberantas Korupsi